APAKAH ENGKAU MENGASIHI AKU?
APAKAH ENGKAU MENGASIHI AKU?
Yohanes 21:20-23
PENGANTAR
Dalam tata ibadah peneguhan penatua, diaken dan pengajar ada pertanyaan-pertanyaan untuk calon penatua, diaken dan pengajar sebagai berikut:
1. Apakah saudara dengan segenap hati percaya bahwa Allah sendiri telah memanggil kamu untuk pekerjaan yang kudus ini?
2. Apakah saudara/i berjanji untuk melayani Tuhan melalui jemaat-Nya dengan setia dan percaya kepada Yesus Kristus selaku Kepala Gereja sesuai dengan kesaksian Alkitab dan taat kepada peraturan-peraturan gereja yang ada?
Maka dengan lantang para calon mengaku dan berjanji untuk melaksanakan panggilan Tuhan.
Demikian juga dalam tata ibadah penahbisan pendeta, ada pengakuan dan janji calon pendeta. Beberapa kata kunci yang kita catat, misalnya “mengaku percaya bahwa Allah sendiri yang memanggil”, “berjanji bahwa senantiasa bertekun dalam iman” dan “berjanji akan menjalankan tugas dan tanggungjawab.”
Ungkapan-ungkapan ini merupakan penyerahan diri dan komitmen untuk menjadi pengikut Yesus dan menjadi pelayan Yesus yang setia. Namun dalam berjalannya waktu, Pdt. Dr. Benyamin Fobia (alm.), mengatakan bahwa perjumpaan seorang pelayan yang makin intensif dengan pemeran-pemeran profesi yang lain (interprofessional relations), sering mengecohnya sehingga menafsirkan perannya secara keliru. Pemahaman tentang tugasnya makin mengandung interens menjual jasa. Karena itu tidak jarang kita menemukan gejala bahwa pusat pilihan seorang pendeta sudah bergeser kepada materi.
PEMBAHASAN TEKS
Frederick Dale Bruner membuat suatu garis besar Injil Yohanes yang menempatkan Yoh. 21:15-19 pada bagian penutup Yoh. 21:1-25 yang berisikan penyataan diri Yesus kepada murid-murid-Nya dan untuk misi kepada dunia. Menurut Bruner, Yoh. 21:1-14 merupakan peristiwa di mana Yesus menampakan diri kepada murid-murid-Nya yang saat itu terlihat kembali kepada profesi awal mereka sebelum akhirnya bertemu dengan Yesus yang bangkit.
Ayat 15 mencatat bagaimana Yesus memanggil Simon Petrus dengan melibatkan nama orang tua yang melekat dengannya, “Simon anak Yohanes.” Simon artinya buluh yang terkulai. Menurut beberapa penafsir, Yesus menggunakan panggilan itu untuk menunjukan kondisi Petrus yang terkulai dengan peristiwa penyangkalannya. Dan juga mengingatkan Petrus akan panggilan yang mula-mula. Namun secara naratif, hal ini menunjukan terjadinya pergeseran cerita yang disajikan Injil Yohanes, yakni yang awalnya merupakan percakapan antara Yesus dengan para murid lainnya, kini bergeser menjadi lebih spesifik, yaitu antara Yesus dengan Simon Petrus, sekalipun pada saat itu sebetulnya juga terdapat tokoh lain yang berada di seputaran kedua tokoh ini.
Yesus bertanya kepada Petrus, “Simon, Anak Yohanes apakah engkau mengasihi Aku lebih dari mereka ini?” Berdasarkan bahasa Yunani, pertanyaan pertama dan kedua ini Yesus menggunakan kata agapaō, sedangkan jawaban Petrus selalu menggunakan fileō. Pertanyaan ketiga Yesus yang menggunakan kata fileō, dan Petrus juga menjawab dengan menggunakan fileō. Sekilas, bahwa hal ini menunjukan adanya sebuah disjungsi yang sangat signifikan dalam penggunaan kata “kasih” tersebut, sehingga tidak heran jika orang terjebak ke dalam supremasi agapē melampaui bentuk kasih manapun, termasuk fileō.
Gagasan mengenai hirarki kasih ini merupakan sebuah gagasan yang dipopulerkan oleh Anders Nygren, yang mengatakan bahwa agapē adalah satu-satunya cinta sejati bagi orang Kristen, sehingga filia menjadi lebih rendah dari pada agapē. Selain itu, Carson memperkuat gagasannya dengan meninjau secara konkordantif. Ia menemukan bahwa pemerkosaan Amnon terhadap saudari tirinya, Tamar, menggunakan kata agapē. Demas meninggalkan Paulus dan memilih mencintai dunia yang jahat; di situ juga digunakan kata kerja agapaō yang jelas merupakan akar dari kata benda agapē (2 Tim. 4:10). Sebaliknya, Yoh. 3:35 mencatat Bapa mengasihi Anak menggunakan kata kerja agapaō; Yoh. 5:20 mengulangi ide tersebut, tetapi menggunakan kata kerja fileō tanpa pergeseran makna dan konteks. Kedua kata ini tidak mengalami perbedaan yang signifikan.
Pertanyaan Yesus kepada Petrus di ayat 15 sangat menarik karena terdapat perbedaan. Alkitab terjemahan Baru bahasa Indonesia mencatat, “apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Terjemahan LAI secara eksplisit menyebut “mereka ini” dan memaknainya sebagai “para murid lain yang bersama Petrus”. Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan adalah “touton” yang merupakan sebuah kata penunjuk (demonstrative pronoun), yaitu sebuah pronoun yang menunjukkan sesuatu yang spesifik. Kata τούτων di sini tercatat dalam bentuk genetif jamak, di mana dalam bentuk tersebut, tidak terdapat perbedaan pada gender masculine, femine dan neuter, melainkan semuanya dicatat dengan formulasi yang sama dalam kasus genetif jamak. Karena ditulis dalam bentuk genetif jamak, maka kata tersebut dapat diterjemahkan sebagai “mereka (laki-laki) ini, bisa juga mereka (perempuan) ini atau hal-hal ini. Dengan demikian, τούτων memberikan kasus yang terbuka untuk ditafsirkan, dengan konsekuensi masing-masing. Neuter yang berarti “hal-hal ini”, yakni menunjuk kepada peralatan menangkap ikan atau pekerjaan Petrus sebagai nelayan.
Pertanyaan Yesus kepada Petrus berisikan sebuah pembandingan, apakah Petrus lebih mengasihi Yesus atau profesinya. Sebagaimana dinyatakan oleh Keener, bahwa dalam Yoh. 21:15-17, Petrus diberikan tiga kali kesempatan untuk mengakui kasihnya kepada Yesus, sesuai dengan penyangkalan Petrus sebelumnya yang juga dilakukan tiga kali, maka sangat bisa dilihat bahwa, Yoh. 21:15-17 merupakan pemulihan (restorasi) terhadap Petrus. Dalam terang ini, maka pertanyaan Yesus kepada Petrus adalah sebuah pertanyaan yang juga menanyakan kembali komitmen Petrus, yang mana jauh sebelumnya, Yesus telah memanggil Petrus menjadi Penjala Manusia dan bukan lagi Penjala Ikan seperti dicatat dalam Injil Matius 4:19 dan Markus 1:17.
Petrus dalam konteks Yoh. 21:1-14 telah kembali kepada profesi lama, sebelum Yesus memanggilnya. Hal itu ditandai dengan latar tempat peristiwa yang terjadi di danau Tiberias, yang merupakan sebutan untuk danau Galilea, sehingga terlihat bahwa penulis Injil Yohanes sedang memotret sebuah peristiwa yang serupa namun dalam konteks waktu yang berbeda. Tampaknya penulis Injil Yohanes sedang menggambarkan sebuah peristiwa restorasi, atau yang disebut oleh Johanes Beutler, Jesus Recalls Peter, yang menunjukkan kembalinya Petrus pada panggilan awalnya, setelah penyangkalannya dan palingannya kepada profesi lama, agar Petrus kembali mengasihi Yesus dan melakukan perintah-Nya.
Pertanyaan Yesus yang kepada Petrus adalah sebuah pertanyaan yang menanyakan dengan serius, apakah Petrus benar-benar mengasihi Yesus lebih dari profesinya dan tidak akan kembali kepada profesi lamanya. Dengan kata lain, Yesus meminta Petrus untuk memberikan keseluruhan hidupnya dengan suatu komitmen utuh, tanpa ada lagi niat untuk kembali kepada profesi lamanya, atau bahkan meninggalkan Yesus, sebagaimana yang pernah dilakukannya lewat penyangkalan dan juga kembali kepada profesi lamanya sebelum bertemu dengan Yesus untuk pertama kali.
Jawaban Petrus terhadap pertanyaan Yesus dan perbedaan yang terdapat dalam perintah Yesus kepada Petrus kendati diterjemahkan sama dalam terjemahan LAI, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Jawaban Petrus yang pertama dan kedua, yakni ayat 15 dan 16, me- rupakan dua jawaban yang sama persis. Jawaban Petrus yang merupakan respon terhadap pertanyaan Yesus. Sebuah penerimaan, bahkan sebuah penegasan bahwa Petrus bersungguh-sungguh dan yakin dengan jawabannya. Pertanyaan ketiga Yesus menggunakan kata “fileoo” dan dengan hati yang hancur Petrus menjawab Yesus (ayat 17).
Menurut Bultmann, pernyataan Petrus ini memperlihatkan bahwa, dalam perspektif Petrus, Yesus adalah seorang yang Mahatahu. Dengan demikian, Petrus telah melihat Yesus bukan sekedar guru, tetapi juga Allah, sebab sosok Mahatahu adalah identitas yang Ilahi. Ada sebuah perbedaan yang signifikan antara pernyataan Petrus dalam Yoh. 21:15-17 dan Yoh. 13:37-38. Yoh. 13:37-38 memperlihatkan pernyataan Petrus yang sangat egosentris dan penuh percaya diri, sedangkan pada Yoh. 21:15-17 jawaban Petrus bukan lagi tentang dirinya, melainkan tentang Yesus, sebagai pribadi yang Mahatahu. Inilah yang memperlihatkan komitmen Petrus terbangun. Dari pribadi yang egosentris menjadi seorang Petrus yang Kristosentris.
“Gembalakanlah domba-domba-Ku!”. Dalam terjemahan dari bahasa Yunani adalah “memberi makan anak-anak domba-dombaKu” (boske ta arnia mou), ini bukan sebuah seruan pelayanan biasa, tapi sebuah pelayanan yang mengimitasi Yesus, yang mati memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi domba-domba-Nya. Demikianlah, perintah Yesus kepada Petrus untuk memberikan hidupnya, untuk memelihara hidup domba-domba yang telah Yesus berikan baginya. Penggembalaan adalah sebuah kepemimpinan yang memiliki konsep unik, yaitu berkorban.
Di dalam penggembalaan, kepemimpinan adalah sebuah tindakan merelakan hidup dan nyawa untuk melayani Kristus lewat pelayanan kepada domba-domba-Nya. Sebagaimana Gembala merepresentasikan Kristus, demikian juga melayani domba adalah representasi melayani Kristus. Demikianlah Injil Yohanes diakhiri dengan sebuah penutup yang berisikan sebuah amanat untuk menggembalakan domba-domba Yesus, dan memelihara mereka dalam persekutuan dengan Kristus dan Bapa dengan sebuah kerelaan mengorbankan segala sesuatu bagi domba-domba-Nya.
Perintah Yesus kepada Petrus, “Gembalakanlah domba-domba-Ku”, merupakan sebuah perintah yang dapat dilakukan jikalau kasih dan komitmen dapat dengan sungguh dipegang oleh Petrus. Jawaban Petrus menunjukkan kasihnya dan komitmennya kepada Yesus. Hal ini merupakan sebuah potret Petrus yang telah berubah. Tidak lagi menjadi Petrus yang menyangkal Yesus, namun kali ini, Yesus memberikannya perintah untuk menggembalakan komunitas iman yang adalah domba-domba Yesus. Penggembalaan yang dimaksud adalah kesediaan Petrus untuk memberikan seluruh hidupnya, bahkan jika perlu mati untuk memelihara domba-domba Yesus, sebagaimana Yesus pun telah mati untuk domba-domba-Nya.
APLIKASI
Pertama, penampakan Yesus memperbaharui komitmen terhadap panggilan kita sebagai pelayan seperti Yesus memulihkan Petrus.
Kedua, melayani Yesus tidak mengharapkan mendapat imbalan melainkan pekerjaan karena panggilan. Panggilan tidak jatuh sama dengan keinginan diri sendiri maupun cita-cita pribadi, tetapi betul-betul karena pemahaman Alkitab yang menyingkapkan panggilan Allah.
Ketiga, mengasihi Yesus berarti menyerahkan keseluruhan hidup untuk melayani dan membutuhkan keseriusan dalam melayani. Yesus membutuhkan keseriusan sehingga Ia bertanya kepada Petrus sampai tiga kali.
Keempat, mengasihi Yesus harus meninggalkan egosentris dan harus beralih kepada Kristosentris.
Kelima, komitmen pelayanan saja tidak cukup tetapi harus disertai dengan pengorbanan
Keenam, pertanyaan Yesus kepada Simon adalah pertanyaan untuk anda dan saya: apakah engkau mengasihi Aku lebih dari semuanya ini? Sambil menunjuk neuter dan mungkin orang-orang yang selalu di samping kita.
Ketujuh, di masa akhir periode pelayanan harus perbanyak kesempatan untuk berjumpa dengan Yesus dalam doa dan membaca Alkitab agar terus memperbaharui janji dan komitmen pelayanan. (FN)