BAPTISAN YESUS

BAPTISAN YESUS

(Beberapa catatan tentang Baptisan Yesus)

Bacaan Alkitab yang akan direnungkan pada hari Minggu, 9 Januari 2022 di mimbar-mimbar GMIT, Minggu pertama setelah epefani, terambil dari Lukas 3:15-17, 21-22.

Baptisan yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis berpangkal pada upacara pembersihan hal-hal yang haram menurut agama Yahudi. Upacara menghalalkan diri itu dilakukan dengan cara membenamkan seluruh tubuh seorang ke dalam air yang mengalir. Upacara itu mencerminkan harapan yang tertulis dalam Yehezkiel 36:24-26. Dalam ayatnya yang ke- 25 mengatakan bahwa “Aku mencurahkan (Ibrani = memercikkan) kepadamu air jernih yang akan mentahirkan kamu…”. Akan tetapi pada hari itu Yohanes mendasari baptisan tersebut pada datangnya sebuah zaman baru yang memanggil orang untuk menanggapinya. Ia berseru, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Mat. 3:2). Kemudian ia melihat Yesus datang lalu Yesus menerima baptisan.
Bagaimana baptisan Yesus di sungai Yordan? Ada tiga alasan untuk hal itu.

Pertama, baptisan dalam gereja merupakan penyatuan seseorang ke dalam gereja. Melalui baptisan seseorang diterima sebagai anggota atau warga dari umat Allah. Baptisan Yesus di sungai Yordan tidak menunjuk kepada hal itu. Peristiwa di mana Yesus disatukan dalam persekutuan umat Allah sebagai anggota umat perjanjian bukanlah baptisan di sungai Yordan melainkan sunat di Bait Allah pada waktu Ia berumur delapan hari (Luk. 2:22). Kedua, baptisan Yesus di sungai Yordan menunjuk kepada penugasan khusus untuk menjalankam tugas kemesiasan yang Ia terima dari Allah. Baptisan Yesus di sungai Yordan merupakan saat pelantikan-Nya ke dalam jabatan Mesias yang menderita sebagai tebusan bagi banyak orang. Dalam gereja, seseorang dibaptis bukan untuk menjadi mesias, melainkan menjadi tanda dan meterai sebagai warisan yang sudah dikerjakan oleh sang Mesias.

Ketiga, baptisan yang diterima Yesus menunjuk kepada peristiwa penyaliban-Nya di Golgota. Di bukit itulah Allah membuat sebuah perjanjian yang baru, yaitu rekonsiliasi atau perdamaian hubungan Allah dan manusia.
Baptisan Yohanes Pembaptis adalah baptisan pertobatan. Apakah Yesus perlu bertobat sehingga Ia memberi diri dibaptis? J. H. Bavinck mengemukakan tiga alasan mengapa Yesus memberi diri dibaptis, yaitu:
a) Yesus menyamakan diri-Nya dengan kita. Ia tidak berdosa, tidak perlu bertobat, tidak perlu menanggalkan hidup yang lama sebagaimana kita harus perbuat. Tuhan Yesus tidak memerlukan keampunan dosa karena itu baptisan tidak perlu bagi-Nya, namun Ia meminta diri-Nya dibaptiskan, karena dalam segala hal Ia hendak menyamakan diri-Nya dengan kita. Dosa kita dipikul-Nya, Ia meninggalkan asal-Nya semula, dalam segala hal Ia hendak sama dengan kita.
b) Baptisan berarti suatu kematian dan kebangkitan. Kalau seorang masuk ke dalam air sampai air itu sungguh-sunguh meliputinya, ia seakan-akan sudah mati. Jadi kalau ia timbul kembali dari dalam air, itu berarti ia bangkit lagi menempuh hidup baru. Tuhan Yesus pun harus mati. Ia harus turun ke lembah maut, karena Ia hendak sama dengan kita, Ia mau memikul dosa kita. Kemudian barulah Ia bangkit dalam kemuliaan. Jadi pembaptisan Tuhan Yesus itu berarti kematian-Nya, atau bayangan dari kayu salib. Tuhan Yesus pernah mengumpamakan kematian-Nya dengan baptisan-Nya (Mat. 20:22). Pembaptisan itu adalah tanda Penjanjian Baru, sekalipun tidak ada darah yang mengalir namun artinya sama saja.
c) Hendaklah jelas bagi kita bahwa Yesus memenuhi pembaptisan itu. Artinya sakramen itu dipenuhi oleh karena Dia. Dalam arti yang sedalam-dalamnya Dialah manusia yang satu-satunya dibaptiskan. Segala manusia dari segala abad telah “dibaptis dalam kematian-Nya”. Kristus adalah satu-satunya manusia yang telah turun ke dalam lembah maut dan telah bangkit dari antara orang mati. Pembaptisan kita berarti perpaduan dengan Dia.

Tuhan Yesus sendiri telah dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Baptisan yang diterima oleh Yesus mempunyai arti asasi untuk sakramen baptisan kudus yang dilangsungkan oleh gereja Kristen. Baptisan Yesus di Sungai Yordan menunjuk kepada kematian-Nya, yang menghasilkan pengampunan dosa bagi segenap dosa umat manusia. “lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29). Baptisan yang sesungguhnya sudah terjadi satu kali untuk selama-lamanya. Gereja melakukan sakramen baptisan kudus, sebagai tanda dan meterai bahwa hasil baptisan di Golgota sungguh-sungguh berlaku bagi kita semua. Gereja melakukan baptisan kudus supaya oleh baptisan itu kita dimasukan ke dalam tubuh Kristus di dunia, yaitu merupakan cap orang-orang beriman dan anak-anak-Nya selaku jemaat yang dikuduskan untuk menjadi milik Kristus secara khusus (I Kor. 7:14).
Pada umumnya gereja-gereja yang beraliran Calvinis melakukan baptisan kepada seseorang dengan cara percik atau baptisan anak. Baptisan itu harus dilakukan di dalam gereja dan diperkenalkan kepada jemaat agar menjadi saksi baptisan yang diserahkan kepada Allah. Ada tiga hal yang mengatakan keabsahan sebuah pelayanan baptisan. Pertama, baptisan harus dilakukan di dalam pertemuan jemaat. Kedua, upacara baptisan dilayani oleh pejabat yang diakui dan ditetapkan oleh gereja. Ketiga, pelaksanaan baptisan dilakukan dengan formulasi yang tepat, yakni dilakukan dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Baptisan adalah perjanjian antara dua pihak, namun kedua pihak itu sama sekali tidak sederajat. Tuhanlah yang membuat prakarsa, manusia yang menerimanya. Seseorang dibaptis bukan karena prestasi iman. Baptisan bukan hasil pertobatan melainkan hasil anugerah Tuhan. Isi perjanjian itu pun bersifat anugerah. Allah mau berdamai dengan manusia. Contohnya, dalam Yeremia 31:31-33 dikatakan bahwa “Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku”. Perjanjian ini bersifat komunal. Perjanjian dengan Nuh berlaku bagi seluruh keluarganya. Demikian juga perjanjian dengan Abraham. Sebab itu baptisan berlaku bagi anak-anak yang orang tuanya menerima perjanjian, walaupun anak itu belum percaya atau belum mengenal pokok-pokok iman Kristen.

(FN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *