BERKAT TUHAN BAGI PENDAMAI – KEJADIAN 13:1-18
BERKAT TUHAN BAGI PENDAMAI
KEJADIAN 13:1-18
Setiap kali musim hujan tumbuh tunas Kosambi di halaman gereja. Ulang-ulang saya menggunakan tembilang untuk menggali tunas Kosambi tersebut, namun saya tidak minumkan biji Kosambi dalam tanah. Karena hujan maka tunas Kosambi ini tumbuh kembali. Saya mengambil tembilang untuk menggali, lalu koster berkata kepada saya, “bapak, dulu ada pohon Kosambi yang cukup besar di situ. Waktu mau bangun kami potong pohonnya lalu tunggulnya kami timbun dengan tanah.”
“oh, pantas saja. Kosambi tidak mati dan akan tumbuh terus karena tunggul dan akar ada dalam tanah. Pohon itu supaya mati total harus digali dari akarnya,” ujar saya.
Cerita dalam bacaan firman Tuhan saat ini, dimulai saat Abraham dan seluruh keluarganya meninggalkan Mesir. Abraham semakin kaya dengan pemberian harta benda dari Firaun. Juga Lot, keponakan Abraham, memiliki ternak yang cukup banyak. Mereka tinggal di antara Betel dan Ai, juga tempat yang dahulu pernah didiaminya; di tempat ini pun telah didirikan mezbah (Kej. 12:18). Mezbah merupakan tempat di mana Abraham memanggil nama Tuhan (ay. 18). Menurut Barclay dan Bakker, dengan membangun mezbah di mana pun Abraham berada, menunjukkan bahwa Abraham seorang imam yang selalu membangun relasi dengan Tuhan. Dengan kata lain, Abraham selalu berdoa. Mezbah tempat mempersembahkan kurban bagi Tuhan. Orang Israel datang beribadah kepada Tuhan tidak dengan tangan kosong tetapi membawa sesuatu yang harus dipersembahkan.
Terjadi perkelahian antara gembala Abraham dan gembala Lot (ay. 7-8). Perkelahian disebabkan lokasi yang mereka diami tidak cukup luas. Para gembala harus mencari rumput, air, dan lokasi yang luas bagi ternak-ternak yang mereka gembalakan. Menurut Bakker, perkelahian ini antar keluarga karena usaha, bahkan persaingan bisnis sebagai seorang perantau.
Abraham sebagai seorang bapa yang harus menyelesaikan masalah tersebut secara bijak. Alasan yang pertama, Abraham menjaga keramahtamahan yang menjadi budaya Timur Tengah pada waktu itu karena mereka hidup bersama dengan suku-suku di sekitarnya. Alasan kedua hubungan emosional dengan Lot karena Lot adalah keponakan Abraham. Hal ini terlihat saat Abraham meminta Lot untuk mendahului memilih daerah untuk didiami. Setelah Lot tinggal di Sodom, Abraham selalu memperhatikan Lot dan membela Lot (Kej. 14 dan 19). Lot adalah anak saudaranya yang setia bersama-sama Abraham keluar dari kampung halaman. Alasan ketiga, Abraham adalah seorang yang selalu memanggil nama Tuhan, seorang yang beribadah sehingga tidak mau ada pertengkaran.
Cara penyelesaian konflik yang dilakukan oleh Abraham yakni dengan menemukan akar masalahnya, yaitu masalah kebutuhan lahan bagi ternak-ternak yang ada. Ia tidak menggunakan kuasa kepemimpinan (menurut beberapa ahli bahwa Abraham adalah seorang kepala suku), kebapakannya untuk mengambil tindakan sesuai dengan keinginannya, memutuskan sendiri lalu orang-orang yang dipimpinnya tinggal mengikuti saja. Tidak. Ia melibatkan Lot dalam keputusan tersebut .
Kini Lot, anaknya, sudah harus mengambil keputusan untuk hidup sendiri. Hidup berpisah dengan keluarga. Kata “berpisah” bukan putus hubungan melainkan saatnya hidup mandiri dan mengambil keputusan sendiri.
Lot melihat lembah sungai Yordan yang banyak airnya, sebuah taman seperti taman Tuhan, namun kenyataannya lembah sungai Yordan penuh dengan kejahatan (ay. 13-14). Kata “melihat” mengingatkan kita tentang cerita manusia melihat buang pengetahuan di taman Eden (taman Tuhan) yang membuat manusia jatuh dalam dosa. Buah pohon itu dilihat “baik untuk dimakan, sedap kelihatan, menarik hati” jadi kemasannya baik, indah dipandang namun dalamnya rusak. Seperti kita beli buah apel kelihatan dari luar mulus namun di dalamnya berulat. Atau, iklan produk di Marketplace yang kelihatannya bagus, kualitasnya terjamin, lalu dipesan secara online, setelah barangnya sampai di tangan pembeli modelnya tidak seperti dalam iklan dan tidak berkualitas (tidak semua).
Dari pilihan Lot ini, ada pengkhotbah yang menyatakan bahwa Lot memilih dengan mata jasmani untuk memuaskan keinginannya, sedangkan Abraham melihat dengan mata iman. Lot memilih sesuatu yang instan. Ia melihat masa depan untuk memuaskan hasratnya.
Abraham memilih dengan mata iman lalu berketetapan keyakinan untuk menetap di tanah Kanaan, tanah yang tandus dan kering, namun tanah yang dijanjikan oleh Tuhan kepadanya. Dalam kondisi yang demikian, Allah mengulangi janji-Nya kepada Abraham. Ia akan menjadi bapa segala orang percaya. Ayat 16-17 menunjukkan makna pengharapan yang akan datang bagi seluruh bangsa. Yang kita tahu bahwa dari Abraham lahirlah ketiga agama besar yakni agama Yahudi, Agama Islam dan Agama Kristen. Sampai saat ini konflik dari ketiga pemeluk agama ini belum ditemukan solusi untuk diselesaikan. Cara Abraham menyelesai konflik dalam keluarga bisa menjadi contoh untuk kita.
Renungan:
Kita belajar dari Abraham yang menjadi pendamai:
Pertama, menjadi seorang pendamai harus menjadi seorang yang bijak menyelesaikan konflik dari akarnya. Kita belajar dari Abraham. Ketika para gembala bertengkar, ia tidak mencari jalan pintas tetapi menemukan masalahnya. Apa penyebab masalahnya dan bagaimana menyelesaikan? Masalahnya adalah sempitnya daerah bagi para gembala menggembalakan ternak. Solusinya adalah daerah ini luas. Kemudian penyelesaian masalah melibatkan pihak kedua, yakni ia memanggil Lot untuk memutuskannya. Persoalan – persoalan yang terjadi baik di keluarga, jemaat dan masyarakat tidak terselesaikan karena para pemimpin yakni saya dan Anda tidak mengetahui dengan baik apa akar masalahnya. Kita menyelesaikan dari ranting atau batang yang bisa tumbuh tunas baru. Di sini butuh ketenangan untuk belajar dan menganalisis lalu menawarkan solusi.
Kedua, menjadi pendamai tidak selalu menggunakan kuasa untuk menyelesaikan persoalan, namun pendekatan kekeluargaan. Banyak masalah yang tidak diselesaikan karena penyelesaian menggunakan kuasa dalam jabatan sebagai KMJ, KMK, MSH, Kepala Desa, pimpinan ini dan itu, dst. Abraham adalah seorang pemimpin yang memiliki kuasa, namun dalam konflik ini, ia mengatakan kepada Lot, “kita ini kerabat”. Ia menggunakan pendekatan kekeluargaan. Pendekatan kekeluargaan merupakan cara yang efektif untuk menyelesaikan persoalan, khususnya bagi kami masyarakat adat seperti di Amanuban Timur. Penyelesaian persoalan menggunakan kuasa seperti cerita di atas. Pohon Kosambi dipotong karena dekat dengan pintu gereja, namun pohonnya dipotong tunggul dan dibiarkan dan ditimbun dengan tanah. Akibatnya tumbuh lagi saat musim hujan, bahkan ada tunas-tunas baru yang tumbuh.. Penyelesaian konflik dengan kuasa memunculkan masalah-masalah baru. Dari Abraham kita belajar menyelesaikan konflik secara kekeluargaan.
Ketiga, seorang yang selalu memanggil nama Tuhan dalam doa adalah seorang pendamai. Jangan seperti kata kami orang Amanuban Timur, “berdoa ngeri tapi bakalai dengan orang lebih ngeri lagi atau tukang doa tapi juga tukang bakalai!”. Seorang imam dalam rumah/keluarga, dalam gereja, di dalam Persekutuan Doa, dan di mana saja, yang selalu berdoa adalah seorang pendamai bukan perusak persekutuan. Abraham adalah seorang yang selalu memanggil nama Tuhan dan mempersembahkan kurban bagi Tuhan. Relasinya dengan Tuhan yang mendorong dia untuk menjadi pendamai.
Keempat, kita belajar dari Abraham melihat kesulitan hidup, tanah Kanaan yang tandus dengan mata iman. Artinya, dia yakin bahwa Tuhan akan merubah tanah yang tandus menjadi tanah perjanjian sesuai dengan janji-Nya. Tuhan merubah masa kini menjadi masa depan yang mempunyai harapan. Tanah Timor, Amanuban Timur adalah tanah perjanjian. Jangan meninggalkan tanah ini atau menjual tanah ini lalu pergi untuk mencari, lembah Yordan seperti taman Tuhan di daerah lain karena di sana belum tentu ada damai sejahtera. Namun tanah di mana tali pusat kita ditanam yang akan memberi jaminan masa depan bagi anak-anak kita. Amin. FN.