BUMI, MAAFKAN KAMI

BUMI, MAAFKAN KAMI

Bumi, gemuru hawa panasmu menyibak di siang yang terang. Angin menyapu pucuk-pucuk ilalang seakan merangkai nyanyian alam dalam petikan. Tak ada lambaian dedaunan yang menyambut siang hari karena keguguran tak menahan gemuruh hawa panas.

Seakan  yang engkau lahirkan menyesal akan hari kelahiran. Namun kamilah yang membuatmu merintih.

Selaksa harapan dari kami yang hidup dari kandunganmu. Tatkala musim hujan tiba membashi rahimmu, engkau melahirkan kehidupan bagi kami menghilangkan kekuatiran akan kehidupan.

Kami sadar bahwa engkau marah dan pantas untuk marah.

Kami sadar bahwa tanpa kami engkau tetap ada, tetapi tanpa engkau kami tak ada.

Di atasmu terbangun, berdiri, sisilah suku-suku dan kaum pengembara, mereka memungut rejeki di antara butiran batu dan pasir. Di punggungmu tumbuh tunas-tunas dari akar yang menukik di perutmu. Engkau tak menuntut lebih selain kesetaraan; mengambil dari padamu yang dibutuhkan dan mengembalikan padamu apa yang engkau butuhkan agar terjadi keselarasan yang nyaman bagimu dan yang aman bagi kami.

Bukan keinginan yang melahirkan keserahkaan namun kebutuhan hidup untuk mempertahankan hidup dalam pangkuanmu.

Bumi, Tuhan menjadikanmu dengan indah selaksa puspa dan sejuta meliuk semampai  bagaikan penari menyongsong embun di pintu fajar menjelang. Semuanya “sungguh sangat baik” kata Sang penciptamu dan penciptaku. Hai Sang pencipta, punya-Mulah siang punya-Mulah malam. Engkau menaruh benda penerang dan matahari. Engkaulah  yang menetapkan segala batas bumi, musim kemarau dan musim hujan Engkaulah yang membuatnya.

Bumi, di atas pangkuanmu, Sang pencipta mengaruniakan kelimpahan, membuatmu sangat kaya. Ia menyediakan makanan. Sang pencipta mengairi alur bajak dan membasahi gumpalan-gumpalan tanah dengan hujan Ia mengemburkan tanah. Ia memahkotai tahun dengan kebajikan-Nya, jejak-Nya melahirkan lemak. Tanah-tanah tandus, bukit-buit gundul berikat pinggangkan sorak-sorai.

Namun kini, burung bersayap terusik, macan terusik dari peraduannya oleh pemburu yang tak puas menjadi manusia yang hanya membuat senjata. Manusia hendak mempertontongkan keberaian kepada binatang yang walau punya taring namun tak berakal, punya sayap namun terbatas pada kekuatan sayapnya. Mereka memburu hanya untuk memenuhi keiginan. Yang berburuh mereka yang berakal dan berbudi, bertangan dan berkaki.

Entah di manakah lumbung macan dan burung? Maka hutan yang tak bisa berteriak membisu dalam menunggu giliran eksekusi. Bumi hanya pasrah.

Manusia merampas dengan aturan yang dibuat dan juga diingkari. Tapi ketika berjanji gelegar suaranya sedasyat serudukan banteng dan kepalan tangannya teracung sekokoh beringin, kekuatan seperti bukit batu itu, banyak hak terpenggal di antara derap keriuhan penggawa elitis yang memaknai reformasi sebatas kursi; apalagi ketika sudah mendudukinya sejuknya ruang rapat membuatnya tidur karena kesejahteraan terjamin. Mimpinya membawa kepada bidadari yang di sorga. Tak memikirkan kesengsaraan mereka yang membujuk bumi untuk memberi kehidupan baginya dan bagi yang lain.

Bumi, karena ada kami manusia, dua orang berlainan jenis yang sudah cukup umur di satukan dalam ikatan perkawinan boleh melakukan hubungan apa saja dan boleh berketurunan sekemampuanya; tapi anak dua, tiga, atau empat lebih menjadi pilihan orang modern, sementara penganut prinsip banyak anak banyak rejeki atau yang berpoligami, rambu-rambu keluaraga berencana tak diminati; apalagi proses bekin anak adalah serangkaian keasyikan yang klimaknya sangat puitis, sampai hanya erangan yang menyeruak dalam kebisuan yang penuh penghayatan.

Bumi, maafkan kami sebelum engkau memutuskan untuk mengakhiri deritamu.

Bumi, berikan kami kesempatan. Kami yang hidup di gunung, di darat, di laut hendak menyembuhkan lukamu. Pemandangan apa yang paling cantik tatkala mendung pekat tak beranjak duduk di atas bukit Fatukopa ketika hujan enggan surut? Hujan memesrai pelosok lereng, lalu menjilat turun perkampungan. Aroma tanah mengakhiri tahun berjalan dan menyambut awal tahun masehi. Kami hendak mendengar mahkluk hujan bernyanyi ria menyambut kesejukan.  Bumi, Maafkan kami! (Frans Nahak)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *