BAPTISAN ROH DAN TATA IBADAH
BAPTISAN ROH DAN TATA IBADAH
PENDAHULUAN
Jangat dunia maya “dihebohkan” dengan pelayanan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang diselenggarakan oleh Gereja Mawar Sharon (GMS) Kupang dengan menghadirkan pembicara PS. Philip Mantola di lapangan Polda NTT (16/17).
KKR sudah biasa dilakukan oleh berbagai gereja di tempat-tempat terbuka di kota Kupang. Waktu saya masih tinggal di Kupang, kami sering ikut namun tidak seheboh ini. Tata ibadah KKR pada umumnya, puji-pujian, ada kesaksian, khotbah lalu didokan, pelayanan pribadi, dan setelah itu kami masing-masing pulang, kembali ke gereja masing-masing.
KKR yang diselenggarakan oleh GMS “menarik” perhatian berbagai kalangan khususnya para pelayan gereja serta aktivis-aktivis gereja di kota Kupang. Jika kita menyimak di media sosial KKR tersebut menuai pro dan kontra bahkan kecaman. Mengapa? Karena jemaat yang hadir dalam KKR diminta untuk baptis ulang di lapangan tersebut.
Pembaptisan ulang menyentuh doktrin eksklusif dari setiap denominasi. Doktrin eksklusif merupakan sebuah “batasan” dari setiap agama dan denominasi. Emile Durkheim mengatakan bahwa agama bukan hanya sistem gagasan, melainkan sistem kekuatan, temasuk kekuatan moral. Setiap agama memiliki ruang lingkup yang suci dan kotor. Batas antara suci dan kotor ini menimbulkan etika sosial di masyarakat yang menghasilkan sanksi-sanksi. Apabila ada orang yang melintasi batas wilayah suci atau merusak tradisi suci, sangsinya adalah berupa hukuman. Baptisan ulang yang dilakukan “melintasi batas” dan merusak tradisi ajaran gereja tertentu.
Saya menghubungi beberapa orang yang mengikuti KKR tersebut. Mereka menceritakan bahwa mereka diyakinkan untuk dibaptis ulang dalam baptisan Roh, yaitu baptisan pertobatan. Jika Roh Kudus bekerja dalam hati maka orang itu bersedia dibaptis. Kemudian ada juga yang mengatakan bahwa nyanyian yang dilantunkan berulang-ulang yang membuat mereka tak menyadarkan diri. Setelah mereka dibaptis baru mereka sadar.
Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya memberikan iterpretasi teologis tentang baptisan Roh dan tata ibadah Pentakostal serta sikap ibadah yang benar menurut Alkitab .
PEMBAHASAN
a. Sejarah singkat KKR dan pemahaman baptisan Roh
Aritonang menyatakan munculnya gerakan Pentakosta dilatarbelakangi oleh gerakan kesucian. Konteknya adalah sejak dasawarsa 1830-an, jemaat Metodis mengalami kemunduran besar dalam kehidupan rohani mereka, terutama dalam hal kesucian hidup. Oleh karena itu mereka ingin membangkitkan kembali suatu kehidupan rohani yang suci seperti pada masa lampau. Lalu lahirlah pada apertengahan abad ke-19 apa yang disebut Holiness Movement (Gerakan Kesucian). Salah satu tokoh terkenal adalah John Wesley dengan ajarannya yang terkenal “doktrin penyucian” (sanctification). Menurut John Wesley, disiplin hidup adalah hasil dari kesucian batin. Gerakan mencapai puncaknya pada tahun 1880-an.
Di Indonesia kelahiran gerakan Pentakosta dibawa oleh dua orang Amerika keturunan Belanda, yaitu Cornelius Groesbeek dan Richard van Klaveren pada 1922. Keduanya diutus oleh Bethel Temple di Seattle, Amerika Serikat.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 1965-1969 terjadi sebuah gerakan kebangunan rohani di kota Soe, tepatnya di GMIT Maranatha Soe. Gerakan kebangunan roh di Soe mempunyai hubungan yang erat dengan Persekutuan pelayanan injili Indonesia di Batu Malang (YPPII).
Gerakan-gerakan penginjilan yang terjadi disebabkan oleh adanya dorongan dan bimbingan dari tokoh-tokoh YPPII, khususnya P. Oktovianus dan D. Scheneumann yang merupakan rektor Institut Injili Indonesia.
Pada bulan Agustus 1965, D. Scheneumann bersama dengan para mahasiswanya dari Institut Injili Indonesia datang untuk menginjil di kota Kupang dan kota Soe. Kedatangan tim tersebut mendapat sambutan baik dari pihak jemaat. Akan tetapi sebelum tim itu datang, sebenarnya seorang anggota jemaat dari Soe yang telah mengikuti aktivitas mereka di Kupang pada bulan Juli 1965.
Pada akhir September 1965, mulai muncul tim-tim pemberita Injil dari berbagai jemaat.
Oleh karena pertumbuhan yang begitu cepat dan melibatkan begitu banyak orang, aktivitas pelayanan seperti kesaksian-kesaksian jemaat di Soe begitu padat terutama sejak akhir September 1965 hingga tahun 1966. Ibadah-ibadah hari Minggu bisa diisi dengan kesaksian-kesaksian tentang berbagai penglihatan, pengalaman penyembuhan dari berbagai penyakit.
Menurut pemahaman tentantang baptisan Roh, jika seseorang mengejar pengudusan hidup, suatu taraf yang lebih tinggi dari pada pembenaran. Orang menerima karunia bahasa Roh sebagai tanda baptisan Roh. Mereka yang menerima baptisan Roh adalah mereka yang berhasil dalam proses pencapaian puncak pengudusan hidup. Menurut ajaran tentang baptisan Roh, dibaptis secara percik dan selam memang baik, tetapi hal itu belum sempurna jika seseorang tidak dibaptis dengan Roh Kudus. Baptisan Roh adalah saat di mana seseorang mengalami pengalaman hidup baru dengan Kristus dan memperoleh karunia yang luar biasa. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama: baptisan Roh Kudus adalah pengalaman kelanjutan (second blessing) setelah pengalaman kelahiran baru. Dengan kata lain, baptisan Roh Kudus berbeda dengan pengalaman kelahiran baru. Kedua, baptisan Roh Kudus sifatnya misiologis, bukan soteriologis, yaitu guna memperlengkapi orang percaya di dalam pelayanan atau kuasa untuk mewartakan Injil (Kis.1:8). Ketiga, bukti penerimaan baptisan Roh Kudus ialah ditandai dengan berbahasa roh (glossolalia). Keempat, kaum Pentakostal menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada petunjuk sama sekali dalam Alkitab bahwa Roh Kudus akan berhenti mengaruniakan karunia bahasa roh bagi umat-Nya.
Ajaran tentang baptisan Roh membedakan iman kepada Yesus Kristus dengan baptisan dalam Roh Kudus. Percaya kepada Kristus adalah iman, tetapi masih dalam taraf yang rendah dan kurang sempurna. Paulus mengatakan bahwa “…..tidak ada seorang pun yang mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan”, selain oleh Roh Kudus” (I Kor. 12:3). Hal ini mau menyatakan bahwa seseorang dapat mengaku percaya kepada Yesus Kristus karena dibaptis oleh Roh.
Landasan ayat Alkitab yang biasa dipakai untuk membenarkan baptisan dalam Kisah Para Rasul 19:1-7, di mana berbicara tentang dua belas murid yang sudah dibaptis, tetapi belum menerima Roh Kudus. Kedua belas murid itu belum percaya akan Yesus Kristus. Kemungkinan besar mereka adalah pengikut Apolos (Kis. 19:1). Menurut Kisah Para Rasul 18:25 Apolos hanya mengenal Yohanes Pembaptis sedangkan pengenalan akan Yesus Kristus sangat minim. Jadi, mereka hanya mengenal “jalan Tuhan”, mereka belum percaya akan Yesus Kristus. Dari Pauluslah mereka mengenal Yesus Kristus dan dibaptis. Kepenuhan Roh yang mereka terima pada waktu dibaptis dalam nama Yesus mengawali kehidupan baru mereka sebagai pengikut Kristus.
b. Pekerjaan Roh Kudus
Berbicara tentang kehidupan gereja dan orang percaya pada masa PB, Alkitab secara jelas menyaksikan adanya karunia untuk gereja. Dengan jujur para penulis PB mengakui bahwa pada hari Pentakosta, Roh Kudus dicurahkan oleh Allah secara berlimpah-limpah kepada manusia. Baptisan dengan Roh yang terjadi di Yerusalem pada hari Pentakosta merupakan peristiwa besar dalam sejarah keselamatan yang menandai berakhirnya masa peralihan dari era yang lama (nubuatan) ke era yang baru (pemenuhan). Karena itu, Pentakosta adalah hari kelahiran gereja Kristus di dunia. Peristiwa Pentakosta di Yerusalem tidak akan terulang lagi, sedangkan penerimaan Roh Kudus bagi keselamatan orang-orang yang masih hidup dalam ketidaktahuan akan Kristus, penyangkalan akan Kristus serta peristiwa bergabungnya manusia ke dalam gereja masih berlangsung terus menerus.
Menurut kesaksian Alkitab gereja sebagai persekutuan bukan hasil pekerjaan anggota-anggotanya, tetapi ciptaan Roh Kudus. Kesaksian yang lebih jelas tentang hal ini dapat dilihat pada peristiwa Pentakosta. Pekerjaan Roh Kudus dalam gereja adalah presuposisi dari pekerjaan dalam hidup (diri) anggota jemaat. Pekerjaan Roh Kudus dalam hidup anggota jemaat hanya dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, jika anggota-anggota jemaat tetap hidup dalam persekutuan jemaat dan tetap memberikan sumbangan pada persekutuan dan perkembangannya.
Jika kita memperhatikan surat-surat (Gal. 3:3,14; Ef. 1:13; Tit. 3:6; Ibr. 6:2), jelas bahwa surat-surat itu menunjukkan tentang semua orang beriman menerima bagian dari Roh Kudus dan segala karunia-Nya. Ketika terjadi percekcokan di Korintus, Paulus berkata kepada jemaat bahwa “dalam satu Roh kita semua telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh” (I Kor. 12:13). Rasul Paulus tidak berkata: “beberapa di antara kamu ada yang dibaptis dalam satu Roh dan diberi minum dari satu Roh”, akan tetapi “kita semua”. Artinya, “kita semua” menunjuk kepada semua orang yang percaya kepada Kristus berarti sudah dibaptis dalam satu Roh menjadi satu tubuh. Hal ini berarti orang yang sudah percaya kepada Yesus Kristus dan telah dibaptis tidak perlu lagi mencari baptisan Roh melalui pengalaman-pengelaman spiritual yang luar biasa untuk memperoleh karunia-karunia Roh.
Pekerjaan Roh Kudus dalam hidup anggota jemaat merupakan hal yang penting. Dalam Alkitab, ada bermacam-macam istilah yang dipakai untuk menjelaskan tentang pekerjaan Roh-Kudus, seperti ciptaan baru (2 Kor. 5:17; Ef. 4:2; Kol. 3:10, dll), pembangkitan (Rm. 6:4; bnd 2 Kor. 3:6; Ef. 2:1), kelahiran kembali (Yoh. 3:3; I Pet. 1:3), pembaharuan (Rm. 12:2; 2 Kor. 4:16), pertobatan (Mat. 4:17; Mar. 1:17, dll), pembenaran (Rm. 3:24, dll), pengudusan (I Kor. 1:30, dll), penerimaan suatu kualitas atau suatu hidup baru (Rom. 7:6). Dari semuanya ini, menurut J. L. Ch. Abineno ada aspek yang sangat penting yang diharapkan dapat memperlihatkan dengan jelas, keaneka-ragaman, maupun kesatuan pekerjaan Roh Kudus. Aspek penting itu terkandung dalam pengertian “kelahiran kembali”. Pengertian ini yang adalah terjemahan dari kata Yunani palingenesia (dari palin berarti “kembali, sekali lagi” dan genesis berarti “kelahiran, kejadian”) yang menunjuk suatu peristiwa pembaruan total, pembaharuan hakiki atau pembaharuan kualitas.
Palingenesia dalam PB adalah peristiwa munculnya kerajaan Allah (Luk 22:30; bnd. Mar. 10:30 dan Luk. 18:30), peristiwa munculnya langit baru dan bumi baru (Why. 21) dan peristiwa lahirnya ciptaan baru (2 Ptr. 3:13). Kelahiran kembali berhubungan erat dengan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah telah ada di dalam dunia. Jemaat Kristus adalah tanda dari kerajaan itu. Jadi pekerjaan Roh Kudus ialah menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah dan orang yang penuh dengan Roh Kudus menghasilkan kualitas hidup. Roh bukan hanya bersangkut-paut dengan apa yang disebut pemberian-pemberian rohani, tetapi mengilhami beraneka-ragam karunia, pelayanan dan pekerjaan yang merupakan perwujudan Roh. Roh Kudus itu bekerja di setiap orang percaya.
Kualitas hidup di sini bukan berarti kita mesti dibaptis oleh Roh seperti yang dilakukan di KKR tersebut, melainkan hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus. Paulus mengatakan bahwa orang yang tidak dipimpin oleh Roh Kudus adalah orang-orang hidup dalam kedagingan seperti yang digambarkan dalam Galatia 5:19-21, sedangkan orang yang dipimpin oleh Roh Kudus adalah orang yang hidupnya menghasilkan buah-buah Roh (ayat 22-23).
c. Tata ibadah Pentakostal
Ibadah yang biasa digunakan dalam setiap KKR menarik karena menurut Wilfred J. Samuel, liturgi itu merupakan suatu wahana bersifat ritual yang memampukan para penyembah dalam ibadah melakukan sesuatu yang luar biasa dan bersifat pribadi. Liturgi diatur agar nyanyian dalam gereja membawa seseorang mencapai kesempurnaan rohani melalui pengalaman emosional. Samuel mengemukakan enam hal menyangkut tata ibadah gereja kharismatik. Enam hal itu adalah: Pertama, kebiasaan atau praktik ibadah dihubungkan dengan gerakan tubuh. Ini mencakup wilayah kegiatan yang luas seperti mengangkat tangan, doa lantang, bertepuk tangan, menyanyi dengan berbagai ekspresi wajah, menyanyi terus menerus dalam jangka waktu yang panjang pada awal ibadah, menari, melompat-lompat di tempat, dan lain sebagainya. Kedua, kebiasaan atau praktik ibadah dihubungkan dengan unsur atau kewajiban selebratif. Ini mencakup: mengulang-ulang lagu, bertepuk tangan, bernyanyi dengan keras, bersalam-salaman, menari, permainan musik, ada penyanyi latar dan lain sebagainya. Ketiga, kebiasaan atau praktik ibadah yang berhubungan dengan bentuk dan dekorasi interior yang artistik. Ini akan mencakup: memisahkan bagian depan tempat ibadat untuk bagian musik, penggunaan spanduk dekoratif, ayat-ayat kitab suci terpasang di dinding, dan lain sebagainya. Keempat, kebiasaan dan praktik ibadah yang dihubungkan dengan struktur ibadah. Tata gereja kharismatik pada umumnya merefleksikan keluwesan, tetapi dapat juga mengandaikan suatu struktur tertentu yang bersifat tetap yang khusus untuk jemaat individual. Sebagai aturan umum biasa berlaku format ini: bersalam-salaman, panggilan untuk merayakan ibadah, puji-pujian dan penyembahan, persembahan syukur, warta jemaat, pembacaan dan pelayanan firman, sakramen, doa-doa umum dan doa secara individual. Kelima, kebiasaan dan praktik ibadah yang dihubungkan dengan pelayanan gerejawi. Ini mencakup: penumpangan tangan dalam gerakan yang bergetar (untuk melepaskan kuasa), doa syafaat yang keras, memproklamasikan kelepasan dalam nada yang agresif, menengking si jahat dengan nada memerintah, barbagai kesaksian, pengurapan minyak dan lain sebagainya. Keenam, kebiasaan dan praktik ibadah yang dihubungkan dengan ekspresi linguistik dan pemilihan kata-kata yang populer. Ini mencakup: marilah kita memberikan tepuk tangan, marilah kita menaikan puji-pujian, angkat tanganmu dan sembahlah Allah. Tanggapan yang sering diucapkan adalah “amin” “puji Tuhan”, atau “halleluya”, dan lain sebagainya. Sesuai dengan kesaksian beberapa orang bahwa mereka terbawa dalam pujian-pujian yang dilantungkan sehingga mereka tidak menyadarakan diri. KKR seperti yang dilakukan oleh GSM di lapangan Polda NTT seperti yang digambarkan oleh Samuel.
d. Sikap ibadah yang benar menurut Alkitab
Di dalam Alkitab ada unsur-unsur tertentu yang mencirikan ibadat Kristen: ini mencakup puji-pujian (Kel. 15:2; Ul. 10:21; I Taw. 16:35; Mat. 15:16; Ibr. 13:15; Yak. 3:9); doa (Ul. 4:7; 2 Taw. 7:14; Yer. 29:7; Mat. 6:5; 6:9 I Tes. 5:17); pengakuan dosa dan penegasan iman (Ayb. 36:10; Yer. 15:19; Yeh. 18:30-32; Mar. 6:12; 2 Kor. 7:10; 2 Ptr. 3:9); ucapan syukur (Maz. 5:2; 100:4; Fil. 4:6; I Tes. 5:18); firman, (Ams. 5:10; Pkh. 5:1; Luk. 10:39; Yoh. 5:7; Why. 22:19); Sakramen (Mat. 26:26; Yoh. 6:51; Kis. 2:42; 20:7; I kor. 10:16; Kol. 2:12; I Ptr. 3:21). Akan tetapi, Alkitab tidak memberikan bentuk atau rancangan ibadat yang tetap bagi jemaat.
Dalam PB sikap positif Yesus yang terlihat dalam ketaatan-Nya kepada kebiasaan-kebiasaan keagamaan dan ritual-ritual Yahudi merupakan bukti atas kemauan-Nya untuk berpartisipasi terhadap liturgi ibadah (Luk. 14:16-17; Mat 26:30). Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa Ia menentang liturgi ibadah yang penuh dengan kemunafikan (Mat. 23:1-36) dan mengabaikan kemanusiaan (Luk. 13:16; Yoh. 5:1-18. Mar. 3:1-6).
Sikap yang tepat dan benar dalam beribadah perlu diperhatikan. Dalam beribadah, hati (emosi) dan akal budi secara berkaitan terlibat dalam ibadah. Sikap ibadah yang berpusat pada hati dan akal budi tidak dipertentangkan dengan Alkitab, karena Yesus berkata bahwa seseorang harus menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran (Yoh. 4:23), dan kasihilah Tuhan Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu (Mat. 22:37). Jadi, ibadah yang benar dan menarik bukan saja karena ada selebrasi, dekorasi, ekspersi linguistik dan penekanan kepada emosi yang menggebu-gebu, melainkan sikap rohani yang benar dalam beribadah dan dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pdt. Frans Nahak pelayan GMIT Jemaat Paulus Taebone, Klasis Amanuban Timur.