ELI,ELI LAMA SABAKHTANI?”ALLAH-KU-ALLAH-KU,MENGAPA ENGKAU MENINGGALKAN AKU

Refleksi Minggu Sengsara Keempat
Perkataan Tuhan Yesus Keempat di Atas Kayu Salib
“Eli, Eli Lama Sabakhtani?” artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, Mengapa Engkau Meninggalkan Aku?
Matius 27:46

 

Ada pertanyaan yang dikemukakan oleh seorang teman saya pada waktu kami diskusi. Pertanyaannya mengenai perkataan Yesus keempat di atas kayu salib. Pertanyaan teman  seperti ini: “mengapa Yesus yang adalah Tuhan, ketika di atas kayu salib Dia berseru kepada Allah seperti itu?” Seruan Yesus ini sepertinya Tuhan Allah sudah meninggalkan Dia, dan tidak ada harapan lagi. Saya sulit untuk menjawab pertanyaannya. Kalau saya memikirkan kalimat ini dalam-dalam, timbulah dalam hati saya berbagai pertanyaan juga, yang tak dapat dijawab sendiri. Allah meninggalkan Anak-Nya. Itu di luar dari kepercayaan saya. Bukankah ketika kita mengadakan pelayanan pastoral terhadap orang yang sakit, orang susah karena duka, biasanya kita katakan bahwa percaya Allah tidak pernah meninggalkan kita, Dia mendengar keluhan kita, bahkan Dia turut merasakan apa yang kita rasakan. Dia akan memberi jalan keluar, kekuatan dan penghiburan. Namun, mengapa Yesus berkata seperti itu? Apakah benar Allah meninggalkan Anak-Nya?

Pertama, untuk menjawab pertanyaan yang sulit itu, maka saya mengajak teman ini untuk membaca dari kitab Mazmur 22:2, karena ketika Yesus mengalami penderitaan yang hebat, Ia mengutib ayat dari Mazmur ini. Untuk memahami Mazmur 22:2, kami harus membaca keseluruhan perikop ini, yaitu ayat 1-32. Dalam bacan ini, pemazmur mengalami penderitaan karena perlakuan manusia terhadapnya, dia dihina, dicela, diolok, orang mencibirkan bibir kepadanya, orang mengurumuni dia dan mu menerkam dia. Dia merasa hancur seperti air yang tercurah, dan segala tulangnya terlepas dari sendihnya, selanjutnya baca ayat 7, 8, 9, 13-19. Di sini kami melihat bahwa perlakuan orang-orang kepada pemazmur hampir sama dengan perlakuan yang dialami Yesus di atas kayu salib. Tetapi yang Yesus alami lebih daripada pemazmur alami. Setelah disalibkan diolok, dihina, dihujat, dicela dan lain sebagainya. Dalam penderitaan itu, pemazmur merasa  Allah jauh dari padanya. Dia berseru kepada Allah tetapi tidak ada jawaban, padahal  pengalaman yang dialami oleh nenek moyangnya berbeda. Ketika nenek moyangnya percaya kepada Allah lalu berseru kepada-Nya, Allah menjawab mereka dan tidak mempermalukan ayat 2-6. Ternyata  benar, bahwa Allah menjawab seruannya, lalu Allah membebaskan dan menyelamatkannya ayat 20-22. Karena Allah menjawab pergumulannya maka ia memuji Allah, mengajak umat untuk turut serta memuji Allah. Semua orang yang melihat perbuatan Allah yang membebaskan, berbalik kepada Allah dan menyembah-Nya ayat 23-32. Jadi bukan berarti Allah meninggalkan orang mengalami penderitaan, yang berseru kepada-Nya. Melainkan melalui penderitaan yang dialami, ada maksud Allah, yaitu Allah mau menunjukan kebesaran-Nya, sehingga semua orang berbalik menyembah Allah. Artinya bahwa Allah berkehendak atas penderitaan tersebut. Ketika Yesus mengalami penderitaan Ia hanya mengutip ayat yang kedua. Masih ada lanjutan. Kalau kita membacanya keseluruhan ternyata Mazmur 22 ini adalah doa yang indah dan panjang, bahwa ternyata Allah tidak meninggalkan orang yang berseru kepada-Nya. Dalam penderitaannya dia tidak melupkan Allahnya. Maka dalam konteks Yesus kita melihat bahwa ketika Yesus mengalami penderitaan yang hebat Dia tidak melupakan Allah-Nya. Penderitaan yang Yesus alami adalah kehendak Allah. Kalau Allah tidak menghendaki maka Allah tidak membiarkan Anak-Nya disiksa. Allah menghendaki agar lewat penderitaan Yesus  manusia diselamatkan.
Kedua, kalau kita memperhatikan perkataan Yesus di atas kayu salib, “Eli, Eli Lama Sabakhtani?” artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkaau meninggalkan Aku? Kata-kata ini kalau kita memaknainya sangat manusiawi. Seperti seorang manusia yang tidak tahan lagi atas penderitaan yang ia alami, dan tidak ada lagi orang yang ia harapkan untuk menolongnya, termasuk Allah sendiri. Di sini terlihat jelas bahwa Yesus adalah manusia biasa seperti manusia yang lain yang merasakan sakit. Namun Ia berbeda dengan manusia karena Dia adalah Mesias. Keilahian-Nya sejak dikandung ibu-Nya. “Maria mengandung dari Roh Kudus, sebelum ia hidup bersama Yusuf sebagai suami-isteri” (Mat. 1:8). Malaikat Tuhan datang kepada Yusuf, bahwa Anak yang dikandung oleh Maria adalah dari Roh Kudus (1:20). Keilahian Yesus melekat sejak Ia dikandungan Maria. Kata-kata Yesus di atas kayu salib menunjukan kemanusiaan-Nya, ini yang disebut Kristologi dari bawah, menempatkan kemanusian di latar depan, sedangkan keilahiaan-Nya disembunyi sementara. Kristologi dari bawah mulai membicarakan Yesus sebagai manusia dan berakhir Yesus sebagai Allah. Allah yang menyetai manusia, di tengah-tengah manusia. Yesus sebagai manusia mengalami liku-liku kehidupan yang sukar dan sulit. Salah satu contoh seperti apa yang diucapakan Yesus di atas kayu salib: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Maka dengan demikian, kita bisa memahami bahwa perkataan Yesus ini menujukan bahwa Ia adalah manusia seperti kita. Maka wajarlah Yesus marasa sedih, sakit lalu mengatakan: “Eli, Eli Lama Sabakhtani?” artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkaau meninggalkan Aku? Maka dengan demikian, kami merumuskan pokok refleksi sebagai berikut:
Pertama, dalam penderitaan sekalipun tetap memanggil nama Allah, karena Allah tidak memandang hina atau merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas, dan tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang yang berteriak minta tolong kepada-Nya (Mzr. 22:25). Tuhan tidak meninggalkan anak-anak-Nya, tetapi lewat penderitaan itu ada maksud Allah, baca Maz. 22:23-32). Sering kita mengalami penderitaan yang hebat, kita berdoa tetapi sepertinya tidak ada jawaban. Kita mencari tim doa untuk mendoakan kita, tetapi tidak ada pertolongan, lalu kita katakaan Tuhan telah meninggalkan kita. Pemazmur dan Yesus juga mengalami hal itu sehingga pemazmur dan Yesus berkata Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkaau meninggalkan (a) Aku? .
Kedua,  Yesus yang adalah manusia seperti kita, wajar Dia mengatakan seperti itu. Wajar kalau kita manusia mengatakan bahwa sepertinya Allah telah meninggalkan saya. Wajar manusia merasa takut, sedih dan kuatir. Itu bagian dari kemanusiaan, dan Allah mengerti itu. Ketika teman saya, bapaknya, menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit, karena ditabrak motor semua keluarga menangis, teman saya ini menangis sampai tak sadarkan diri. Kebetulan pada waktu itu keluarga ada meminta tim doa untuk mendoakan bapak ini di rumah sakit, tetapi sebelum mendoakan bapak ini sudah meninggal. Jadi tim doa melarang dengan mengatakan bahwa orang yang beriman tidak boleh merasa sedih, tidak boleh menangis dan kuatir karena semuanya adalah kehendak Tuhan. Wah!!! Iman model apa ini? Yang melarang orang sedih dan menagis karena duka. Ini bukan iman yang berinkarnasi tetapi beriman yang berimajinasi, bukan iman yang mendarat tetapi melayang, yang bergentayangan. Ketika Tuhan Yesus mengalami penderitaan Ia merasa sakit, Dia menangis saat Lazarus meninggal Yoh 11:33-35. Barangsiapa yang melarang orang untuk sedih, menangis, dan berusahan untuk menghilangkan maka menghilangkan sebagian dari kemanusia seseorang, itu berarti melanggar Hak Asasi Manusia. Manusia itu merasa takut, sedih, sakit karena penderitaan yang dialami itu wajar. Asalkan kita jangan dikuasai oleh kekuatiran, ketakutan, kesedihan melainkan kita yang menguasainnya dan memohon kepada Tuhan agar menguatkan kita. “Eli, Eli Lama Sabakhtani?” artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Makna dari kata-kata ini adalah Yesus benar-benar manusia. Allah menghargai kemanusiaan-Nya. Paulus mengambarkan itu dengan indah sekali dalam Filipi 2:6-8. Merayakan minggu sengsara keempat, berarti gereja membuka ruang kepada orang-orang yang merasa diri kehilangan kemanusiaannya atau kemanusiaannya direduksi. Gereja memberi ruang kepada mereka yang menderita dan yang berseru seperti Yesus: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkaau meninggalkan (a) Aku?
Selamat Memasuki Minggu Sengsara Tuhan Yesus yang keempat
Tuhan Berkati
Pdt. Frans Nahak,Pelayan  di  jemaat Besnam  Klasis  AManuban Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *