ETOS KEPEMIMPINAN KRISTEN
ETOS KEPEMIMPINAN KRISTEN
Pdt. Elisa Maplani
Turun dari Singgasana, Singsikan Lengan Baju, Jadi Hamba yang Melayani dalam Kerendahan Hati ( LUKAS 9 : 46-48 )
Tempat terhormat merupakan suatu topik yang mengasikkan untuk dibicarakan. Mengasikkan karena topik ini menjadi suatu impian banyak orang dan menerawang pikiran atau perasaan mereka yang mengimpikannya ke suatu situasi dan kondisi dunia yang menampilkan pesona kekuasaan, kehormatan dan kebesaran. Ya…, Suatu situasi hidup yang menjadi titik sentral perburuan dari gerak naluri manusia yang ingin berkuasa, memerintah dan terlebih dari itu dilayani dan dihormati.
Di tempat terhormat itu, tergambarlah sosok manusia yang mereguk perlakuan istimewa dari sesamanya. Bahkan kehidupan seakan bersimpuh, menyediakan diri untuk dibawa kemana saja; Singkatnya seorang pemimpin yang telah mendapatkan kedudukan akan menjadi orang penting, dihormati oleh semua orang dan dapat saja pergi ke berbagai tempat bila ia berkehendak.
Realita memperlihatkan orang yang beruntung dan berkesempatan menjadi pemimpin akan mendapat sapaan banyak orang sambil tersenyum di bibir kendati suara hati dapat saja berkata lain. Biasanya kata-kata yang terlontar keluar dari mulut seoarang pemimpin lebih sering didengar dan memiliki wibawa ketimbang mereka yang tidak berjabatan seperti seorang buruh bangunan dan seorang penjual koran ataupun kacang yang menjajakan jualannya di sekitar persimpangan jalan atau di emperan pertokoan.
Itu sebabnya kebanyakan orang tidak cukup puas seandainya tempat terhormat itu hanya sekedar menjadi perbincangan semata. Mereka ingin bergerak lebih jauh : Tidak behenti pada batas menangkap bayang-bayang realitas semata. Dalam naluri gerakan yang lebih jauh itu, segala langkah dipersiapkan, mengatur cara, mempersiapkan diri sebaiknya supaya tempat terhormat itu secara nyata sungguh dimiliki.
Biasanya orang seperti itu memiliki perencanaan yang sangat mantap. Segala peluang ditilik, mulai dari kemampuan diri, situasi yang ada, momentum untuk masuk, merancang cara dan berbagai strategi lainnya. Tujuannya dari segala strategi itu jelas : Duduk di kursi singgasana, berkuasa, memerintah dan mendapat penghormatan.
Dalam Lukas 9: 46-48, penulis Injil Lukas mengetengahkan kepada kita betapa masalah tempat terhormat menjadi perbincangan yang hangat di kalangan murid-murid Yesus. Karena hangatnya polemik di sekitar tempat terhormat itu maka keengganan untuk menyimpan ambisi itu sebagai suatu rahasia pribadi justeru tidak mendapat tempat. Itu sebabnya issue di sekitar tempat terhormat yang menjadi polemik itu ternyata diketahui dan didengar oleh Yesus.
Issue di sekitar tempat terhormat itu sebenarnya dikedepankan para murid sebagai tanggapan terhadap ucapan Yesus bahwa Anak manusia akan di hukum mati. Jadi perdebatan itu mengemuka sebagai wujud artikulasi pemikiran dan harapan para murid menggantikan kedudukan Yesus sebagai pemimpin ketika Yesus menjalani hukuman mati atau saat Yesus tidak ada lagi sebagai pemimpin mereka. Jadi ada semacam kegilaan akan jabatan,kuasa, kedudukan dan kehormatan dalam situasi penderitaan Yesus.
Yesus menangkap makna di balik perdebatan para murid-Nya itu. Ada isarat yang mengindikasikan kerinduan akan suatu tempat terhormat yang berbau kekuasaan dunia yang bersifat politis. Padahal pola kepemimpinan Yesus adalah pola kepemimpinan yang bersifat rohani; suatu pola kepemimpinan tentang Kerajaan Allah. Akan sangat berbahaya ketika orang mulai menyamakan kepemimpinan yang bersifat rohani dengan pola kepemimpinan yang bersifat duniawi karena orang akan mudah dan cenderung jatuh pada bermain kuasa, gila hormat dan mengejar kepentingan diri dalam menjalankan suatu kepemimpinan.
Mengoreksi dan meluruskan pemahaman kepemimpinan yang keliru dalam benak murid-murid, Yesus membeberkan pola kepemimpinan yang bersifat rohani.
Pertama, Seorang pemimpin adalah seorang hamba yang siap melayani. Dengan demikian mimpi untuk dilayani di kursi singgasana harus disingkirkan kemudian turun dari kursi kebesaran, singsingkan lengan baju untuk melayani selaku hamba.
Kedua, Untuk memiliki sikap selaku hamba yang melayani seseorang harus meninggalkan keangkuhannya dan memiliki sikap rendah hati. Ungkapan simbolis kerendahan hati itu dinyatakan Yesus dengan menempatkan seorang anak sebagai sarana belajar bagi para murid.
Dua model kepemimpinan itu dinyatakan Yesus dengan tujuan menempatkan kembali pemahaman murid-murid pada arah dan jalur yang benar akan arti dan makna suatu kepemimpinan yang sebenarnya dan terlebih dari itu menjadi kunci yang mesti diperhatikan oleh setiap mereka yang akan jadi pemimpin.
Yesus membeberkan suatu etos kepemimpinan yakni menjadi hamba yang melayani dalam kerendahan hati. Orang yang mau jadi pelayanan bagi sesama dan memiliki kerendahan hati dalam kepemimpinannya tidak akan kehilangan wibawa dalam kata dan perbuatan. Sebab apa ? Sebab kata-katanya adalah perbuatannya dan perbuatannya adalah kata-katanya.
Yang dikehendaki Yesus adalah mereka yang memiliki kedudukan haruslah mendahulukan mereka yang mempercayakan kedudukan. Dengan demikian sasaran pengabdian atau pelayanan seorang pemimpin adalah mereka yang memberi kedudukan.
Yesus telah menyingkapkan suatu etos kepemimpinan yang berbeda dengan corak kepemimpinan lainnya di dunia.
Etos kepemimpinan yang diperkenalkan Yesus mengandung suatu norma moral yang baru. Suatu etos kepemimpinan yang tidak mengandalkan kedudukan, kuasa dan kebesaran diri tapi etos kepemimpinan yang merendahkan diri dan menjadi pelayan bagi sesama dan hamba bagi semua orang.
Dalam tataran pemikiran ini, Yesus sebenarnya mau mengatakan pada para murid bahwa kepemimpinan yang benar bukanlah berdiri pada posisi yang melekat pada kekuasaan serta kedudukan yang terhormat di mata pihak yang dipimpin.
Apa sebab ? Sebab pemimpin bukanlah orang yang pertama-tama menjadi pusat perlakuan istimewa dari mereka yang dipimpin. Sang pemimpin tidaklah tidaklah duduk berpangku kaki di atas kenikmatan kursi singgasana sedangkan yang dipimpin datang terbungkuk-bungkuk melayani.
Dalam etos kepemimpinan pelayan dan hamba orientasinya di balik. Sang pemimpin mesti keluar dari kedudukannya, memberi sesuatu kepada yang dipimpin. Sang pemimpin harus dengan rendah hati, sukarela, serius untuk turun dari kursi kebesaran, mencari dan menemui mereka yang dilayani. Di situlah terletak kebesaran sang pemimpin.
Kebesara sang pemimpin tidak diukur dari jabatan dan gelar yang disandang tapi diukur dari sudut kualitas pelayanan yang diberikan kepada sesama serta keseriusan, kepatuhan, kerendahan hati dan kerelaan memerankan citra diri selaku pelayan dan hamba.
Etos kepemimpinan yang diperkenalkan Yesus ini bersifat paradoxal ( Suatu pernyataan yang seolah-olah bertentangan dengan pendapat atau kebenaran umum tapi kenyataannya mengandung kebenaran yang tidak terbantahkan ).
Paradoxnya adalah :
• Pemimpin adalah orang yang memimpin tapi hamba yang melayani
• Pemimpin adalah orang yang dihormati tapi tidak terlena dalam penghormatan yang diterima; Ia harus menghormati
• Pemimpin adalah orang yang memiliki kedudukan tapi siap untuk singsingkan lengan maju, turun dari singgasana untuk melayani
Itulah etos kepemimpnan yang diperkenalkan Yesus, sangat bertentangan memang dengan pendapat umum tapi itu juga yang menjadi praktek hidup dan pelayanan Yesus:
• Yesus adalah Raja tapi bergaul dengan orang-orang yang tidak mendapat tempat dalam masyarakat. Orang-orang miskin, yang mengalami perlakuan sewenang-wenang dan tidak adil, orang-orang hina dan yang tidak berdaya yang ditempatkan dipinggiran perhatian mata dan hati para pemimpin atau penguasa pada zaman-Nya, Yesus tempatkan mereka di pusat perhatian mata dan hati-Nya.
• Yesus adalah anak Allah yang kudus tapi merendahkan diri sama dengan manusia yang berdosa. Ia mengasihi manusia yang berdosa dan membenci perbuatan dosa
• Kursi kebesaran bukan tempatnya, tempatnya adalah masyarakat yang terhempas. Itu sebabnya Ia ditinggikan Bapa-Nya dan layak duduk di sebelah kanan Allah Bapa dalam kerajaan Sorga.
• Ia disanjung : Hosana anak Daut, mubaraklah Ia yang datang dalam nama Tuhan tapi kemudian sanjungan itu berubah dalam pekikan serempak yang dari orang-orang yang sama dengan penuh nada kebencian: Salibkanlah Dia…. Salibkanlah Dia.
Tapi di balik semua yang Ia alami terselib kemuliaan dan kehormatan. Yesus ditinggikan, duduk di sebelah kanan Allah Bapa-Nya selaku Raja untuk memerintah dan kemudian akan datang untuk menghakimi manusia dan isi dunia ini.
Kalau kita menyimpak etos kepemimpinan yang yang Yesus perkenalkan bagi kita nampak betapa berat bagi kita untuk memerankan fungsi sebagai pemimpin yang Yesus kehendaki. Namun itulah panggilan Allah bagi setiap orang percaya yang mendapatkan kepercayaan masyarakat untuk menjadi pemimpin dalam bidang apa saja.
Kita akan menjadi pemimpin yang handal, disegani dan dihormati bila etos kepemimpinan yang Yesus perkenalkan itu menjadi dasar dan titik tolak kepemimpinan yang kita emban. Memang betapa sangat ideal kepemimpinan pelayan dan hamba namun mesti dijalankan karena di dalamnya ada maksut dan rencana Allah yang indah dan mulia tidak saja bagi yang dipimpin tapi bagi diri sang pemimpin itu sendiri.
SOLI DEO GLORIA.
Sumber : FB Elisa Maplani