“IBU, INILAH ANAKMU!”KEMUDIAN KATA-NYA KEPADA MURID-MURID-NYA: “INILAH IBUMU!”

PERKATAAN YESUS DI ATAS KAYU SALIB YANG KETIGA
“IBU, INILAH ANAKMU!”KEMUDIAN KATA-NYA KEPADA MURID-MURID-NYA: “INILAH IBUMU!”  Yoh 19:26-27

Jika aku tergantung di bukit tertinggi,
Ibuku, ibuku!
Aku tahu kasih siapa yang tetap mengikuti aku,
Ibuku, ibuku!
Jika aku tenggelam dalam lautan yang terdalam,
Ibuku, ibuku!
Aku tahu air mata siapakah yang jatuh atasku,
Ibuku, ibuku!
Jika aku terkutuk, badan dan jiwa, aku tahu doa siapa yang akan menyembukan aku,
Ibuku, ibuku!  (Kipling)

Itulah kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Kasih sayang itulah yang membawa Maria ke atas bukit Golgota menyaksikan Anaknya yang sulung digantung pada kayu salib, walaupun ia sendiri tidak mengerti peristiwa itu. Dalam hukum negara Anaknya dianggap sebagai penjahat tetapi Dia tetap Anaknya. Kita bisa membayangkan bagaimana kesedihan Maria. Ketika seorang ibu bersedih, berduka, ia tidak hanya mengungkapkan lewat kata-kata tetapi juga lewat tetesan air mata. Kalau seandainya pada waktu itu Yesus belum disalibkan, dan ada yang harus menggantikan Dia untuk disalibkan, pasti ibu-Nya akan  berkata: “biar saya yang menggantikan Anakku.” Di bawah kaki salib anak-Nya, Maria bertanya dalam hatinya: “Anakku mengapa Engkau dihukum? Mengapa bukan mama?”

Pada waktu masih kanak-kanak, kami sering bermain bola di dalam rumah karena ruang keluarga luas. Suatu kali adik saya menendang bola lalu mengena kaca lemarih dan pecah. Bapak tidak ada pada saat itu, kami hanya bersama dengan mama di rumah. Mama mengambil sapu untuk menyapu serpihan kaca dengan panik karena takut kepada bapak. Mama melarang kami untuk jangan melapor kepada bapak, siapa yang kasih pecah. Biar mama yang berbicara dengan bapak. Satu jam kemudian bapak pulang dari tempat kerja, dan ketika masuk dalam rumah bapak terkejut melihat kaca lemari yang sudah pecah. Bapak bertanya kepada kami semua yang ada di dalam rumah. “Siapakah yang kasih pecah kaca?” Lalu mama yang menjawab: “saya yang kasih pecah.” Mama berani menanggung kesalahan kami agar kami jangan dihukum. Kalau kami nakal bapak sering memukul kami, mama yang merasa sedih lalu menagis. Atau mama akan datang berdiri di tengah-tengah kami agar ayunan rotan jangan mengenai kami tetapi menganai mama. Itulah kasih sayang seorang mama terhadap anak-anaknya, yang tidak bisa diukir dengan kata-kata.
Maria mengalami duka yang mendalam di bawah kaki salib Yesus di atas bukit Golgota. Dalam duka itu, pasti ia teringat akan kata-kata yang dahulu pernah diungkapkan oleh Simeon: “dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri” (baca: Luk. 2:34-35). Yesus memperhatikan ibu-Nya yang berduka di bawah kaki salib-Nya, Ia bukan hanya memberi perhatian tetapi memberi pengharapan dan jalan keluar, walaupun Dia sendiri mengalami penderitaan yang hebat. Di sini yang menderita menghibur yang berduka. Terlihat ketika Yesus berkata kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah anakmu!”kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “inilah ibumu!”. Kalimat “inilah anakmu!”, Yesus mau mengatakan bahwa ibu jangan lagi bersedih, karena mereka akan bersama-sama dengan engkau, mereka akan menggantikan Saya, dan ibu tidak akan kesepiaan. Mereka akan tinggal bersama-sama dengan engkau. Yesus juga tidak hanya memberi penghiburan, pengharapan dan jalan keluar kepada ibu-Nya, tetapi juga kepada murid-murid yang merasa sedih. Dengan mengatakan “inilah ibumu!”. Yang Tadinya mungkin hubungan antara Maria dengan murid-murid biasa-biasa saja sekarang dengan perkataan Yesus, bahwa “Ibu, inilah anakmu!”kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “inilah ibumu!”, hubungan mereka semakin dekat seperti seorang anak dengan mamanya. Hal itu nyata, “Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.” Maka dengan demikian, ada beberapa pokok perenungan dalam minggu sengsara yang ketiga ini:
Pertama, Yang menderita menghibur, memberi kekutan, pengharapan, dan jalan keluar kepada yang sedih dan berduka karena kehilangan. Itulah yang Yesus lakukan ketika Ia menderita, kesakitan di atas kayu salib. Teladan hidup bagi setiap orang Kristen yang merayakan minggu-minggu sengsara. Hadir untuk menjadi berkat, menghibur, memberi pengharapan dan jalan keluar kepada orang yang berduka karena kehilangan orang-orang yang dikasihi, kehilangan harta milik (tanah), kehilangan kepercayaan diri, kehilangan identitas dan lain sebagainya, karena ketidakadilan yang dilakukan oleh para penguasa. Kehadiran orang Kristen di dunia bukan hanya jadi penonton, tatapi menjadi berkat, memberi penghiburan, pengharapan, dan jalan keluar bagi mereka yang kehilangn.
Kedua, barsedih, berduka di bawah kaki salib Yesus. Itulah yang dialami Maria ibu Yesus. Maria tidak lari meninggalkan Anaknya yang sementara menderita.  Maria tetap mengikuti anak-Nya sampai di atas bukit Golgota. Maria mengajarkan tentang duka di bawah kaki salib Yesus. Berapa banyak orang Kristen berduka “di bawah” kaki salib Yesus?
Sedih dan berduka di bawah kaki salib Yesus, ia memperoleh penghiburan, pengharapan dan jalan keluar. Bukankah Yesus berkata: marilah kepadaku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu (Mat.11:28). Gereja Kristus adalah gereja yang menjadi tempat untuk orang yang bermasalah lari menyampaikan suka dan dukanya, lalu memberi penghiburan dan jalan keluar bagi masalah yang dialami. Tidak hanya  menunggu orang mati baru mengadakan ibadah penghiburan, baik melalui khotbah-khotbah dalam kebaktian maupun pastoral.
Ketiga, ibu yang berduka karena ketidakadilan. Ibu dalam bahas Tetun “ina”. Sebutan ina tidak hanya untuk seorang ibu yang melahirkan, atau perempuan yang sudah tua, sebutan ibu juga dikenakan kepada tanah. Untuk orang Belu selatan. Tanah itu dalam bahas Tetun “ina rai” (ibu tanah atau Tuhan di bumi). Tanah yang memberi kehidupan, menumbuhkan tumbuhan untuk manusia makan dan minum. Sama seperti seorang ibu yang melahirkan, menyusui dan memberi makan. Tanpa seorang ibu maka tidak ada kelahiran. Demikian juga tanpa tanah maka tidak ada kehidupan. Di situlah orang Belu menyebut tanah ina rai, tanah itu adalah ibu. Yesus sadar bahwa yang berduka itu adalah ibu-Nya yang melahirkan Dia, menyusui, merawat, ibu sangat berperan dalam kehidupan-Nya. Yesus tidak mau supaya ibunya terus berduka sehingga Ia mempercayakan ibu-Nya kepada murid-murid-Nya untuk memperhatikaan. Tanah yang adalah ibu yang sementara berduka karena ketidakadilan yang dilakukan oleh manusia. Yesus menerima perlakuan yang tidak adil dari para penguasa pada waktu itu sehingga Ia digantung dan membuat ibu-Nya berduka. Ketidakadilan terhadap alam sekitar, misalnya para petani menggunkan pistisida kimiawi yang berbahaya, merusak eksistensi yang antara makluk hidup dan lingkungan, yakni kerusakan antar komponen yang hidup (biotic) dan tak hidup (abiotik) sehingga tidak ada lagi keteraturan (sistem). Kalau para petani tidak berhenti menggunakan bahan-bahan kimiawi dalam mengurus tanah maka kita akan tiba pada suatu masa, di mana “musim semi tanpa kicauan burung. Tanah suatu saat akan hangus terbakar tanpa kehidupan sama sekali”. Jadi marilah mengusahakan tanah kita dengan keadilan, karena Keadilan pada hakekatnya membutuhkan kasih. Kasih mampu mengenal lingkungan secara sungguh-sungguh. Kasih memampukan keadilan untuk memelihat persoalan secara benar dan tepat. Seorang manusia lahir dari seorang ibu. Yesus tahu bahwa Ia lahir dari ibu-Nya. Manusia tercipta dari tanah, manusia itu adalah tanah liat, manusia makan minum karena tanah yang “melahirkan” jagung, padi, dan lain sebagainya. Maka dengan demikian marilah kita mengurus tanah dengan kasih. Jangan jual tanah karena keinginan sesaat, karena ketika kita menjual tanah maka kita menjual ibu yang melahirkan kita. Jangan meracuni tanah dengan bahan-bahan kimiawi tetapi gunakan cara yang ramah untuk mengurus tanah kita. Manusia bertambah karena beranak cucu tatepai tanah tidak bertambah. kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “inilah ibumu!” dan sejak saat itu menerima dia di dalam rumahnya.

Pdt. Frans Nahak

Pdt. Jemaat Besnam.
Selamat Memasuki Minggu Sengsara yang Ketiga Tuhan Berkati
Syalom!!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *