KEMULIAAN BAGI ALLAH DAN DAMAI SEJAHTERA DI BUMI – LUKAS 2:14
KEMULIAAN BAGI ALLAH DAN DAMAI SEJAHTERA DI BUMI
LUKAS 2:14
Damai belum tentu sejahtera dan sejahtera belum tentu ada damai, itulah yang dikatakan oleh Eka Damaputera. Pernyataan Eka Damaputera ada benarnya, sebab kata damai artinya tidak ada perang; tidak ada kerusuhan; aman, tapi juga tenteram yang bersumber dari suasana hati. Sedangkan kata sejahtera juga memiliki arti yang sama dengan damai, namun lebih menunjuk kepada kesejahteraan ekonomi. Jika kita melihat dari kedua pengertian tersebut, maka kita dapat mengatakan bahwa banyak orang yang hidup sejahtera namun tidak memiliki kedamaian hati, juga banyak orang yang hidup damai tetapi serba kekurangan secara ekonomi.
Karena itu yang dibutuhkan adalah damai dan sejahtera. Itulah yang diusahakan oleh bangsa-bangsa. Winston Churchill, menjelaskan teori yang dianut oleh negara-negara di dunia ini, yaitu kalau mau damai, harus siap berperang. Perdamaian harus dapat diwujudkan dengan mempersiapkan peperangan. Artinya, kalau masing-masing memperkuat diri dan mempersenjatai diri, maka musuh pun tidak akan berani menyerang. Tidak ada perang itu namanya damai. Benarkah? Tidak juga!
Kelahiran Yesus pada masa pemerintahan Herodes Agung, Agustus menjadi Kaisar Romawi. Bangsa Israel hidup dalam tekanan penjajahan. Rakyat-rakyat kecil dimiskinkan oleh pajak yang berlapis-lapis. Rakyat tak berdaya dan banyak yang menjadi budak. Herodes dengan keluarga hidup dalam kemewahan. Para pemungut pajak hidup dalam kelimpahan harta. Ibadah di Bait Allah menjadi ladang ekonomi bagi para imam. Akibatnya pemberontakan terjadi di mana-mana, namun dengan kekuatan militernya, Herodes dapat menekan agar jabatannya tetap terjaga di depan Kaisar Romawi. Herodes menggunakan kuasanya untuk mempertahankan dinastinya. Setiap orang yang mengkritisinya dihukum mati (cerita Yohanes Pembaptis). Mereka hanya berharap untuk datangnya sang Mesias, yang dapat membebaskan mereka. Ketika ada penindasan dari Herodes, maka seorang berkata kepada yang lainnya, “Mesias akan segera datang. Mungkin Dia sudah ada di tengah-tengah kita, tapi belum menampakkan diri-Nya.
Secara psikologis rakyat membutuhkan suasana dan sentuhan batin yang menguatkan dan memberi mereka kemampuan untuk bangkit dalam situasi yang demikian.
Sekumpulan gembala duduk kedinginan di padang Efrata sementara menjaga kawana domba. Dalam keheningan tampaklah bagi mereka paduan suara Surgawi menghantar Sang Mesias, datang ke bumi. Ibadah pun dimulai, bukan di bait Allah, tetapi di Padang.
“Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi” sebuah lantunan pujian yang agung. Sebab Ia berkenan menjawab pergumulan umat-Nya. Dari tempat yang tinggi Ia mau turun ke dalam dunia, melalui seorang manusia dan lahir dalam kesederhanaan.
Kalimat pujian dilanjutkan dengan pernyataan, “damai sejahtera di bumi bagi orang yang berkenan kepada-Nya”. Kata “orang berkenan kepada-Nya” menunjuk kepada mereka yang menerima-Nya sebab bangsa Israel sendiri menolak Dia.
Ia membawa damai sejahtera bagi orang yang menerima-Nya, yang mengundang-Nya lahir di hati dalam hidup. Damai sejahtera menunjukkan kepada keutuhan, kesempurnaan misi kehadiran Mesias. Kehadiran-Nya tidak hanya untuk pemulihan batiniah manusia tetapi juga jasmaniah.
Damai sejahtera itu di bumi, di mana manusia hidup. Bukan nanti damainya di surga. Bukan susah – susah di bumi nanti senang di surga, biar miskin di bumi nanti kaya di surga. Senang di bumi senang di sorga, sejahtera di bumi sejahtera di surga.
Dalam doa Yesus, “datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga” (Mat. 6:10). Keadaan bumi harus dijadikan seperti di surga.
Renungan :
Pertama, merayakan Natal berarti menghadirkan damai dan sejahtera di mana kita hidup dan berada. Bukan hanya damai tetapi sejahtera, bukan hanya sejahtera tetapi damai juga. Benar seperti pengantar di atas, banyak orang yang secara ekonomi sejahtera namun kehilangan damai. Damai bisa dalam bentuk situasi, bisa saja sementara, jika tidak ada kesejahteraan, karena itu harus ada damai dan sejahtera. Merayakan dan memaknai Natal, maka tugas kita sebagai orang Kristen mengusahakan dan menghadirkan damai sejahtera di mana pun kita berkarya. Dalam jemaat, rumah tangga kita, di pemerintahan, dst.
Kedua, damai sejahtera dihadirkan kini dan di sini. Bukan di surga karena di surga tempat damai sejahtera. Ada yang mengatakan, “nanti sampai di surga baru kita berdamai!” Di surga tidak ada kesempatan untuk berdamai sebab yang ke surga orang-orang yang sudah berdamai di bumi. Bumi itu dijadikan seperti di surga. Merayakan Natal berarti bertobat dari pemahaman teologis bahwa biar miskin di bumi asal kaya di sorga. Biar menderita di bumi nanti bahagia di surga. Tidak! Jadikan keadaan di bumi seperti di surga.
Ketiga, damai sejahtera tidak dihadirkan dengan kekerasan, kekuatan militer seperti yang dipahami oleh bangsa-bangsa. Tentu kekuatan militer penting untuk pertahanan negara, namun damai sejahtera yang dihadirkan oleh Allah adalah kelembutan, kehangatan seperti bayi yang berbaring di palungan itu. Konflik tidak bisa diselesaikan dengan kekerasan tapi kehadiran dalam kelembutan.
Keempat, Natal kita diminta untuk berbelah rasa dengan mereka kehilangan damai sejahtera karena berbagai tekanan hidup. Mereka yang mengalami kekerasan, fisik, psikologis, mental, dll. Natal kita hadir memberi pengharapan bagi mereka yang kehilangan harapan.
Kelima, perayaan Natal tahun ini, kita diperhadapkan dengan pemilihan umum, baik pemilihan Presiden dan wakil Presiden, pemilihan anggota DRI, DPRD dan DPD, kemudian pemilihan kepala daerah. Bagi mereka yang ikut dalam kontestasi politik lima tahunan ini, bersama tim sukses dan tim pemenangan tetap menghadirkan damai, entah “jagoanmu” kalah. Tim sukses jadi tim gagal, tim pemenangan jadi tim kalah, tetap menghadirkan damai. Tetap berdamai dengan mereka yang tidak memilih Anda. Bagi yang menang bawalah damai dan kesejukan.
Sebagai orang Kristen, yang juga adalah warga negara, rayakanlah pesta demokrasi ini dengan damai.
Keenam, semua yang kita lakukan untuk memuliakan Allah, bukan diri kita. Perayaan Natal bukan untuk kemuliaan manusia tapi kemuliaan Allah. Amin. (FN).
Selamat Natal.
Salam Natal dari Jemaat Paulus Taebone, Klasis Amanuban Timur.