KETENANGAN DALAM TUHAN – I PETRUS 4:7-11
KETENANGAN DALAM TUHAN
I PETRUS 4:7-11
Tuntutan hidup dan pekerjaan membuat kita berada dalam kesibukan agenda sehingga kita jarang berkumpul bersama keluarga. Tidak ada waktu untuk kita menenangkan hati berjumpa dengan Tuhan. Kesibukan membuat kita lalai melaksanakan tugas kita di rayon dan di gereja. Di jemaat tertentu, ada orang tertentu yang bersedia menerima jabatan organisasi atau jabatan pelayanan, namun setelah itu mengabaikan tugas dan tanggung jawab karena sibuk dengan pekerjaan pokoknya.
Menurut sebuah riset yang dilakukan Sambiring dan kawan-kawannya, menemukan bahwa rata-rata kesibukan seseorang mencapai puncaknya pada usia 30 tahun dan menunjukkan penurunan hingga usia hingga usia 60 tahun. Lintasan kesibukan berdasarkan usia ini konsisten dengan temuan bahwa orang dewasa paruh baya dilaporkan lebih sibuk dibandingkan orang dewasa yang lebih tua. Menurut riset tersebut, 26% kesibukan untuk diri dan keluarga, artinya bahwa ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan berbagi waktu dengan keluarga, 64% untuk perusahaan (bila kerja perusahaan) dan sisanya untuk sesama dan lingkungan. Jadi sehari-hari 90% waktunya dihabiskan dirinya dan pekerjaan, sedangkan 10% dibagi untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Tema renungan kita saat ini Ketenangan dalam Tuhan.
Surat ini ditulis kepada jemaat Tuhan yang mengalami penderitaan karena penganiayaan. Menurut 1 Petrus 4:7-11, sikap yang benar di dalam konteks penderitaan adalah: pertama, pentingnya menguasai diri. Ketika orang percaya mengalami berbagai-bagai penderitaan maka seharusnya dia dapat menguasai diri atau tetap berjaga- jaga dalam keadaan sadar atau dapat mengekang diri sendiri, menguasai diri menunjuk kepada upaya menjaga pikiran. Pikiran harus dijaga agar aman atau dikekang dalam batasan-batasan tertentu. Orang percaya harus waras, serius, bijaksana dan penuh pertimbangan. Orang percaya seharusnya menjaga pikiran agar tidak berperilaku sembrono, dan sia-sia. Memiliki pemikiran yang tenang, masuk akal, stabil. Bagi Petrus, penderitaan bukan hukuman tetapi waktu di mana orang percaya menenangkan diri, dengan pikiran yang jernih untuk mengatasinya..
Kedua, tetap tenang supaya dapat berdoa. Hal ini sebuah perintah untuk dilakukan secara terus menerus. Pikiran yang tidak tenang mengganggu konsentrasi untuk berdoa oleh karena itu ketenangan sangat diperlukan. Tenang berarti memiliki kemampuan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Kemudian doa memampukan orang percaya bertahan di berbagai- bagai penderitaan.
Ketiga, saling mengasihi dengan sungguh-sungguh. Hal ini sangat diperlukan terutama di konteks penderitaan. Sepanjang sejarah, umat Allah telah mengalami penderitaan namun sikap orang Kristen berbeda dengan orang-orang yang belum percaya (2 Kor. 6:14- 18), dan perbedaan tersebut menyebabkan cara hidup yang berbeda. Walaupun bertentangan dengan pandangan hidup orang-orang duniawi, namun orang percaya harus tetap mendasari kehidupannya pada kebenaran Kristus. Sekalipun berada di berbagai-bagai penderitaan, orang percaya harus tetap berperilaku saleh: mengasihi sesama, saling melayani.
Keempat, bersikap ramah satu sama lain. Di tengah berbagai penderitaan atau kesulitan, tidak menghalangi orang percaya untuk tetap berbuat baik kepada orang lain, khususnya sesama orang percaya. Berilah tumpangan seorang akan yang lain. Orang percaya harusnya memiliki kebiasaan ini baik dalam lingkungan orang percaya sendiri atau pun kepada orang di luar Kristen. Wujud nyata untuk orang percaya masa kini adalah ramah, memberi bantuan, memberikan jamuan makan, memberi tumpangan, menjadikan rumah tempat bersekutu dan lain-lain. Ay. 10 mengatakan: “layanilah seorang akan yang lain dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah”. Terjemahan KJV untuk kata melayani adalah minister artinya pelayan. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan arti kata melayani adalah membantu menyiapkan apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni. Dapat disimpulkan bahwa melayani dalam hal apa pun, Allah memberi kebaikan kepada seseorang untuk siap melayani orang-orang yang membutuhkan. Dan tentu sikap ini berangkat dari pola pikir yang meletakkan kebutuhan dan kepentingan orang lain atas kepentingan diri sendiri. Kata karunia di nas ini adalah carisma. Artinya gift atau pemberian. Barclay menerjemahkan kata ini sebagai suatu pemberian/anugerah dari jenis apa pun, tetapi khususnya yang diberikan oleh Roh Kudus. Tuhan memberikan berbagai karunia kepada setiap orang untuk digunakan saling melayani satu sama lain.
Kelima, ay. 11 menegaskan hal saling melayani sesuai dengan karunia yang diperoleh masing-masing orang. Jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan karunia yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah menyalurkan kuasa yang dibutuhkan seseorang untuk pekerjaan yang telah Ia berikan kepada seseorang. Tuhan menetapkan setiap orang untuk pekerjaannya dan akan memampukan setiap orang untuk melakukan pekerjaan yang tersebut.
Renungan:
Pertama, dari firman Tuhan ini kita diingatkan walaupun dalam kesibukan, namun kita tetap menguasai diri kita, karena dengan adanya penguasaan diri maka kita bisa tenang, tidak gegabah menghadapi segala persoalan hidup bahkan penderitaan yang akan kita alami. Penguasaan diri membuat kita tidak berpikir sembrono dan melakukan segala sesuatu di luar norma etis moral yang berlaku di masyarakat.
Kedua, menenangkan diri untuk kita dapat berdoa. El Nino membuat tahun ini diprediksi adalah “tahun gelap” bagi kami para petani di kampung. Majelis Klasis Amanuban Timur mengeluarkan surat himbau untuk berdoa dan berpuasa bagi jemaat-jemaat di Klasis Amanuban Timur. Di jemaat-jemaat tertentu sehabis ibadah hari Minggu dalam gereja, pendeta bersama dengan Majelis Jemaat berkumpul untuk berdoa, mereka berlutut di bawah mimbar untuk berdoa meminta hujan. Pukul 19.00 wita lonceng gereja dibunyikan maka semua jemaat berdoa meminta hujan yang tak kunjung datang. Dalam situasi yang demikian butuh ketenagaan untuk kita perbanyak doa.
Ketiga, ketenangan membuat kita tetap percaya kepada Tuhan dalam situasi yang sulit. Itulah yang membedakan orang yang percaya kepada Kristus dan orang yang tidak percaya. Masa-masa sulit dan sukar seharusnya membuat kita semakin percaya kepada Tuhan, bukan meninggalkan Tuhan. Keteguhan iman kepada Kristus dilihat saat kita dalam kesulitan ekonomi, mengalami sakit/penyakit. Godaan untuk meninggalkan iman kita kepada Kristus dalam kondisi yang demikian. Sebagai orang percaya, apa pun godaannya kita tetap tenang menghadapinya dengan keteguhan iman.
Keempat, ketenangan membuat kita tetap ramah kepada sesama kita dan tetap melayani sesama mereka sesuai dengan karunia yang Tuhan anugerahkan bagi kita semua. Melayani mereka yang harus dilayani. Firman ini mengingatkan kita agar di “tahun gelap” gereja hadir untuk menenangkan umatnya dan tetap melayani umatnya dengan ramah.
Kita juga belajar bahwa di masa-masa yang sulit Tuhan memelihara kita dengan cara-Nya. Anugerah pemeliharaan Tuhan mengalahkan kesulitan dan persoalan hidup.
Kelima, satu minggu lebih kita akan merayakan pesta demokrasi yaitu pemilihan umum. Firman Tuhan mengingatkan kita sebagai peserta pemilu untuk tenang, menguasai diri, supaya kita memilih dengan pikiran dan hati yang jernih. Biarlah para kandidat yang “tidak tenang” sebelum masa tenang untuk mengetahui penentuan nasib politik mereka. Firman Tuhan mengingatkan juga para kandidat supaya entah Anda kalah atau menang tetap tenang untuk berdoa. Amin