LETAKAN BEBAN DI HADAPAN TUHAN
LETAKAN BEBAN DI HADAPAN TUHAN
Ada seorang bapak yang pulang dari kebun, ia membawa hasil panen bumi berupa ubi kayu (singkon) dan jagung yang diisi di dalam karung. Dari kejauhan, ia mendengar deru mesin mobil. Mobil itu semakin mendekat, bapak berhenti dan menghentikan mobil tersebut dengan harapan mobil itu bisa meringankan beban yang ia pikul di pundaknya sekaligus bisa sampai cepat di rumah karena mama sementara menunggu untuk mengolahnya hasil panen bagi kami.
Mobil itu sebuah truk yang biasa mengangkut meterial di kali.
Mobil itu berhenti dan bapak ini segera naik di atas truk itu dengan barang bawaannya. Namun, baru setengah kilo meter, sopir truk merasa bunyi gaduh dari bagian belakang kendaraannya. Ternyata, bapak ingin meminta turun. Sopir truk keheranan. Ia kemudian menanyakan alasannya. Dengan muka pucat, bapak mengeluh, “saya kira naik truk bisa meringankan beban seperti kata orang. Eh, ternyata saya merasa lebih berat! Terus sudah, biar saya jalan kaki saja.”
Sampai di rumah, dia menceritakan kepada istrinya tentang apa yang dialami dalam perjalanan tadi. Rupanya dia menaruh pikulan dengan hasil bumi di pundaknya, walaupun sudah di atas truk! Tentu saja bapak menderita. Tetap memikul beban walaupun sudah naik truk, beban menjadi dua kali lipat. Hal itu disebabkan karena pikulan yang sudah berat di pundaknya, harus ditambah dengan upayanya untuk mepertahankan pikulan dan menyeimbangkan tubuhnya ketika kendaraan terguncang-guncang sewaktu melewati jalan bergelombang, tikungan dan tanjakan.
Dari cerita ini kita berefleksi bahwa seringkali hal tersebut terjadi dalam kehidupan ini. Saat mempunyai beban berat kita meminta pertolongan kepada Tuhan. Namun yang menjadi masalahnya ialah kita belum meletakan beban di hadapan Tuhan, kita masih tetap memikulnya.
Kita mungkin saja menyanyi dan berdoa tetapi pada saat yang sama pikiran kita masih terus khawatir dan bingung memikirkan persolan hidup, itu tandanya bahwa kita masih terus memikul beban kita, sekalipun kita sudah meminta pertolongan Tuhan.
Jika memang kita sudah berserah kepada Tuhan, logikanya kita juga harus meletakan segala beban kita kepadaNya.
Matius 11:27-28 Yesus mengatakan bahwa semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.
Yesus bilang datang kepada-Nya yang beban berat, karena konteks waktu itu hukum agama (hukum Taurat) menjadi beban yang berat bagi umat Tuhan. Seperti cerita di atas, seharusnya agama dan ajaran agama seperti sebuah truk yang menolong penganutnya malahan membebani. Naik di atas truk namun para penganut tetap memikul beban. Para penganut agama tak memberitakan tentang kabar yang membebaskan.
Yang letih lesu dengan beban persoalan hidup datanglah kepada Yesus karena Ia akan memberikan kelegaan. Sebuah undangan dari Yesus. Bukan berati datang kepada Tuhan tak ada lagi persoalan, beban, tanggung jawab, sakit, kekurangan. Ada yang bilang, kita berdoa supaya bebas terlepas seolah habis berdoa kepada Tuhan tak ada lagi persoalan. Tidak.
Tuhan tidak hanya menuntun kita di jalan yang rata, lurus, tapi Ia menuntun kita di jalan yang berlubang, bengkok, karena di jalan itulah kita belajar bergantung kepada-Nya. Terkadang kita terpeleset dan jatuh karena beban yang kita pikul namun di situlah Dia mengangkat kita.
Datanglah kepada Yesus, letakkan segala beban hidup kita di hadapan-Nya. Ia menolong kita. (FN)