“MANUSIA YANG MENJADI”

“MANUSIA YANG MENJADI”

Pdt. Frans Nahak

Pandangan dasar humanisme homo homoni socius (manusia menjadi sahabat bagi sesamanya) yang diperkenalkan oleh Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara sebagai kontra-pandangan homo homoni lupus (manusia sebagai serigala bagi sesamanya).

Driyarkara memperkenalkan cara berpikir dengan menempatkan kemanusiaan sebagai titik tolak. Pemikiran tentang kemanusiaan masih sangat relevan bagi kita saat ini.  homo homoni socius ini Driyirkara pijakan dalam konteks Historis-Kultural kita.

Pertama, manusia sebagai persona dan sekaligus subjek. Manusia adalah makluk yang berhadapan dengan diri dalam dunianya. Secara rohani manusia mampu mengobyektivitaskan dan merefleksikan diri melalui kejasmanian atau kebutuhan. Manusia mampu berinteraksi dalam dunia berupa peradaban. Oleh karena itu, subyektivitas dan obyektivitas melekat pada pendirian manusia. Sebagai subyek, manusia mampu berjarak dan mengevaluasi diri.

Kedua, manusia berdinamika dan menyejarah. Driyarkara menyebut bahwa manusia sebagai subjek mampu berkehendak dan berbuat. Intinya adalah manusia berkemampuan, baik secara individu maupun kolektif karena itu manusia menciptakan sejarahnya sendiri.

Ketiga, manusia yang terus menjadi. Driyarkara menyebutkan manusia bukan hanya sebagai makhluk “ada” (being), melainkan juga makhluk yang “menjadi” (becoming). Dalam konteks ini Driyarkara menekankan pada proses hominisasi. Hominisasi memungkinkan manusia bebas “dari” dan bebas “untuk”.

Adapun Humanisasi menurut Driyarkara adalah bentuk panggilan alturis bahwa manusia wajib memanusiakan manusia lain. Oleh karena itu, proses hominisasi dan humanisasi tak lain adalah serangkaian aktivitas reflektif dalam memaknai sejarah dan kebudayaannya.

Proses menjadi manusia adalah proyek terus-menerus dan tidak pernah usai. Menurut Driyarkara, menjadi manusia berarti terlibat bagi orang lain.

Keempat, manusia yang mampu bertransendensi. Bagi Driyarkara, menjadi manusia yang utuh bukanlah menjadi superior dalam segala hal. Justeru karena kesanggupan berjarak dengan dirinya sendiri manusia mampu mengenali kerapuhan dan keterbatasan diri sekaligus terarah kepada Tuhan Yang Mutlak sebagai asal sekaligus tujuan.

Pada intinya, ajaran humanisme Driyarkara mengajak kita semua menjadi subyek yang beriman, berpengertian, berbela rasa, dan terlibat menjadi bagian dari orang lain. Itulah manusia yang sesungguhnya yang menjadi sahabat bagi sesama.

Marilah kita berefleksi, apakah kita telah menjadi manusia yang sesungguhnya? Yang perlu kita ingat bahwa proses menjadi manusia adalah proyek yang terus menerus.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *