PENANDATANGANAN PERJANJIAN KERJA-SAMA ANTARA MAJELIS SINODE GMIT DENGAN BANK NTT
Dalam rangka pengembangan Pelayanan jemaat di bidang Diakonia, pada tanggal 3 Feburari 2015 telah dilakukan penandatanganan naskah perjanjian kerja sama antara Majelis Sinode GMIT dan Bank NTT. Acara penandatanganan perjanjian Kerja sama tersebut berlangsung di Rumah Kebaktian Bet’el Maunsenu, Klasis Amanuban Timur. Masing-masing pihak diwakili oleh pimpinannya…
Majelis Sinode GMIT diwakili oleh Ketua Majelis Sinode (KMS) GMIT, Pdt. Robert Litelnoni, S.Th., dan pihak Bank NTT diwakili oleh Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, bapak Daniel Tagudedo. Turut hadir dalam acara tersebut beberapa orang staf Bank NTT, Sekretaris Majelis Sinode (Pdt. Benyamin Naralulu), dan Ketua Badan Diakonia GMIT (Pdt. Daniel Nenotek), serta para Ketua Majelis Klasis (KMK) se-wilayah TTS. Nuansa kegiatan yang merupakan program pelayanan GMIT aras sinodal tersebut menjadi unik karena mengambil tempat di salah satu jemaat pedesaan. Selain para pimpinan dan pejabat kedua lembaga, turut hadir warga GMIT pada Mata Jemaat Bet’el Maunsenu, para Pendeta dan pengurus kelompok-kelompok usaha yang ada di wilayah klasis Amanuban Timur.
Acara penandatanganan naskah perjanjian kerja sama itu didahului oleh ibadah yang dipimpin oleh Pdt. Wiliradith Maniley, Ketua Majelis Jemaat Biito, yang lebih dikenal dengan panggilan Pdt. Wili. Pdt. Wili, dalam khotbahnya menegaskan tentang ciri persekutuan jemaat mula-mula. Menurut Pdt. Wili, persekutuan jemaat mula-mula sangat dipengaruhi oleh kesaksian iman dan pemberitaan Injil Yesus Kristus. Corak persekutuan tersebut sangat khas, bersifat spiritual dan sosial ekonomi. Pendeta muda yang masih lajang itu menggaris bawahi corak persekutuan tersebut sebagai persekutuan yang menarik perhatian sekitarnya dan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial. Pdt. Wili tidak lupa menyisipkan dalam khotbahnya harapan jemaat se-klasis Amanuban Timur bahwa acara penanda-tanganan segera diikuti dengan pendampingan secara bersama terhadap kelompok-kelompok dampingan. Dan kiranya dengan pendampingan yang baik dari pihak Bank NTT dan dari Majelis Sinode melalui BDG dan BDK tumbuh persekutuan yang bercorak spiritual dan sosial-ekonomi, mengurangi sifat malas, meniadakan suasana usaha yang saling baterek (bersaing secara tidak wajar) dan hanya berorientasi untuk sekedar mendapatkan bantuan.
Ibadat diikuti dengan suara Gembala Ketua Majelis Sinode dan Sambutan Dirut Bank NTT. Suara gembala Majelis Sinode disampaikan oleh KMS GMIT, Pdt. Robert Litelnoni, Sth. Dalam penyampaian suara gembala, Pdt. Boby, demikian panggilan akrab sang KMS GMIT yang telah menjabat sebagai Majelis Sinode selama dua periode beruturt-turut tersebut, menegaskan bahwa penandatanganan naskah perjanjian kerja sama ini menunjukkan keseriusan GMIT dalam membangun perekonomian warganya melalui kemitraan dengan berbagai lembaga. Selain kerja sama dengan Bank NTT yang penandatangan perjanjiannya baru dilakukan sekarang, dalam rangka peningkatan kesejahteraan warga, MS GMIT juga sudah bekerja sama beberapa lembaga. Dengan universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta, setiap tahun ada 200 orang anak warga GMIT yang menjadi mahasiswa baru UPH, tentu saja lewat proses tes. Beberapa unit pelayanan GMIT di bidang Diakonia sedang dikembangkan bersama pihak mitra, antara lain beberapa sekolah GMIT dan Rumah sakit Ibu dan Anak (RSIA) Ume Manekan – Soe. Kerja sama dengan Yayasan Pelita Nusantara menghasilkan beberapa sumur bor, dan salah satunya ada di desa Mnela Anin. Suara gembala disampaikan Pdt. Boby dengan gaya bercerita. KMS, yang pada periode kepemimpinannya banyak berkunjung ke luar negeri, dan memposting foto-foto dirinya melalui media internet, berbagi cerita tentang perjumpaannya dengan seorang perempuan muda asal Korea Selatan (Korsel) di ruang tunggu sebuah bandara internasional. Percakapan dengan sang nona muda memperlihatkan bahwa masyarakat Korsel sangat yakin bahwa pada tahun 2030 negara mereka akan menjadi negara nomor satu di dunia. “Itu bukan keyakinan kosong” demikian Pdt. Boby menegaskan. Sekarang ini banyak Pdt dan warga GMIT yang menggunakan produk Samsung. Saya juga sedang menggunakan Samsung”, tutur Pdt Boby meyakinkan keyakinannya atas keyakinan sang nona muda sebagai representasi dari keyakinan masyarakat Korsel. Menurut Pdt Boby, yang akan mengakhiri masa jabatannya sebagai KMS pada sidang sinode GMIT bulan September 2015, GMIT sangat terdesak oleh situasi kehidupan masyarakat saat ini untuk segera melakukan pelayanan pemberdayaan ekonomi jemaat.
“Sudah lama gereja berbicara tentang Sorga. saatnya sekarang gereja lebih banyak bekerja untuk kesejahteraan. Saya kira, sorga tidak hanya dipenuhi oleh orang miskin. Jangan sampai, di sorga, justru orang kaya lebih banyak dari orang miskin.” Demikian beberapa ungkapan motivasi yang disampaikan Pdt. Boby dalam suara gembala.
Dirut Bank NTT, dalam sambutannya menjelaskan bahwa Bank NTT telah menyelenggarakan program kemitraan untuk pengembangan ekonomi sejak tahun 2009. Beberapa hal yang sering menjadi sorotan media memperlihatkan tingkat ekonomi mesayarakat NTT, dan mendorong bank NTT untuk pengembangan ekonomi. Misalnya, Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, cukup banyak yang berasal dari NTT. Sebagian besar dari mereka adalah warga GMIT. Sementara banyak program kredit, termasuk kredit-kredit macet, yang hanya memperkaya orang kaya. Sementara, orang miskin sulit mendapatkan pinjaman Bank.
“Alasan bagi Bank NTT untuk bermitra dengan gereja karena gereja yang paling tahu tentang keadaan ekonomi masyarakat”, ujar Dirut Bank NTT itu. “Semangat jemaat dalam merayakan paskah, misalnya, dapat diarahkan untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Jika dalam perayaan Paskah jemaat dapat dimobilisasi untuk perarakan yang besar, maka alangkah baiknya jika daya mobilisasi itu juga ada untuk menyemangatkan warga gereja untuk bekerja di kebun”, demikian Dirut memberi analogi untuk mengingatkan peran gereja dalam pengembangan ekonomi jemaat. Bank NTT dan Gereja dapat bermitra. Misalnya untuk mengurangi impor bahan konsumsi masyarakat NTT. Hal itu dapat dimulai dari mengerjakan kebun gereja. Tidak ketinggalan dengan Ketua Majelis Sinode, Dirut Bank NTT juga mengangkat cerita dari negeri Korea Selatan. Korea Selatan menjadi negara yang maju karena menerapkan pola ‘membangun dari desa’. Traktor-traktor besar di kirim ke desa-desa untuk mengerjakan lahan pertanian. Posisi rumah penduduk diarahkan ke kebun agar mereka selalu memperhatikan lahan pertaniannya. Membuka akademi sayur-mayur. Itulah beberapa contoh kegiatan ‘membangun dari desa’ di Korea Selatan” tutur Dirut.
“Saya percaya, upaya untuk membangun masa depan tidak akan sia-sia, karena janji keselamatan itu juga mencakup berkat di bidang ekonomi” ungkap Dirut yang pernah tertidur di kolong bangku gereja karena kecapaian merayakan paskah. “Janji keselamatan itu datang dari Tuhan, dan saya ingin memberi sisa usia saya kepada masyarakat NTT untuk mewujudkan janji itu” demikian sang Dirut memberi kesan bahwa kemitraan dengan gereja merupakan panggilan imannya. Akhirnya, menyetir penafsiran KMS dalam suara gembala tentang pernyataan Alkitab bahwa orang miskin akan masuk sorga, pak Dirut mengatakan bahwa lebih menjadi miskin daripada menjadi kaya karena korupsi.
Setelah penandatanganan naskah perjanjian kerja sama antara kedua lembaga, acara dilanjutkan dengan makan siang bersama dan pembagian 135 paket sembako yang merupakan santunan diakonia dari bank NTT. Penyerahan santunan dilakukan secara simbolis oleh para pejabat yang mewakili Bank NTT dan Majelis Sinode GMIT. Kemudian acara diakhiri dengan penanaman anakan cabe di kebun percontohan. Keseluruhan acara rampung pada jam 16.00.witeng.
Pdt. Nicolas Lumba Kaana, MSi.Teol