PENDIDIKAN SEBAGAI IBADAH – PDT. FRANS NAHAK

PENDIDIKAN SEBAGAI IBADAH

Yesaya 58:1-12

Pengantar

Tentu kita semua tahu nyanyian rohani ini, “walaupun miskin ilmu uang ku tak punya tapi ku punya Yesus senang s’lamanya, dst.” Lagu ini kami biasa nyanyikan saat masih di bangku sekolah minggu atau berada di kelompok-kelompok doa. Ketika saya menjalankan masa orientasi sebagai pendeta GMIT dan kemudian menjadi pendeta, saya masih mendengar lagu ini dinyanyikan. Lagu ini memberi kesan bahwa uang dan ilmu tidaklah penting yang penting percaya kepada Yesus, ikut Yesus, jadi ibadah lebih penting dari sekolah dan kerja mencari uang. Tidak salah, karena Yesuslah adalah Tuhan bagi orang Kristen. Tak bisa dipungkiri bahwa yang masih menyanyikan nyanyian ini adalah dari kalangan jemaat yang berpendidikan rendah dan kehidupan ekonomi kurang dari cukup. Secara psikologis kita memahami ungkapan perasaan melalui nyanyian tersebut, namun kita mau mengkritisi bahwa di zaman moderen yang melahirkan pasar moderen, ilmu dan uang sangat penting, walaupun ilmu dan uang bukan Tuhan. Dari makna nyanyian ini juga kita mendapat sebuah pemahaman dari jemaat bahwa sekolah (pendidikan=belajar dapat ilmu) dan uang tidak ada hubungan dengan beribadah. Lagu ini memberi arti bahwa pendidikan dan uang itu hal duniawi, sedangkan ibadah hal sorgawi.

Pemahaman tersebut didukung dengan cerita-cerita dari masyarakat di pedalaman Timor bahwa sejak dahulu yang bersekolah hanya anak-anak bangsawan dan orang-orang kaya, sehingga sampai saat ini kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak masih sangat rendah. Zaman sekarang di kampung-kampung fasilitas pendidikan tidak memadai dan jarak tempuh ke sekolah yang cukup jauh mengakibatkan banyak anak yang putus sekolah.

Menurut Mardiatmaja SJ (1985) Pendidikan merupakan alat untuk memberantas kemiskinan dan kebodohan. Pendidikan membuat seseorang mampu mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya demi kebaikan dirinya dan sesama. Rendahnya pendidikan berpengaruh terhadap keadaan ekonomi, karena keadaan ekonomi dengan tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan, di mana semakin tinggi tingkat ekonomi semakin tinggi pula kemampuan untuk menyekolahkan anak. Di samping itu, semakin tinggi tingkat pendidikan maka pertumbuhan ekonomi jemaat semakin tinggi.

Pembahasan Teks

Kitab Yesaya ditulis sekitar tahun 700 s/d 680 SM oleh nabi Yesaya. Kitab ini dibagi dalam tiga bagian, pertama Proto Yesaya yang terdiri dari psl. 1-39 yang berisi nubuatan kepada bangsa Israel dan kepada bangsa-bangsa yang berada di zaman kerajaan Yehuda sedang diancam oleh kerajaan Asyur sebelum pembuangan ke Babel. Kedua, Deutro Yesaya psl. 40-55 yang berisi nubuatan kepada raja Hizkia ditujukan kepada orang-orang Yehudi yang akan hidup dalam pembuangan ke Babel, namun Tuhan akan membawa kembali mereka ke Yerusalem untuk memulai hidup yang baru. Ketiga, Trito Yesaya psl. 56-66 yang berisi nubuatan kepada bangsa Yehuda telah kembali dari pembuangan. Di mana Allah akan menepati janji-janjiNya jika mereka melakukan kehendak Tuhan. Karena itu bagian ini juga merupakan sebuah perenungan sebagai bangsa pilihan Allah, akibat dosa membuat mereka bertahun-tahun hidup sebagai tawanan di negeri orang. Dari perenungan itu mereka memulai hidup baru dengan menghidupkan kembali ritual ibadah dan puasa yang telah ditetapkan turun temurun. Menurut Marie C. Barth, Trito Yesaya ini adalah suara kenabian seorang murid. Ia meneruskan suara kenabian dari Deutro Yesaya dalam situasi baru namun janji yang lama.

Ritual ibadah puasa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan kehendak Allah sehingga teguran dan kritikan ini disampaikan kepada mereka. Mengapa? Pertama, mereka hanya membanggakan puasa, puasa dan ibadah yang mereka lakukan hanya sebagai sebuah tradisi. Walaupun masyarakat susah namun karena sebuah tradisi kegamaan maka wajib dijalankan oleh semua. Kedua, mereka suka mendalami firman Allah namun mereka tidak melakukannya, mereka suka mengenal jalan Allah namun dalam praktek hidup sehari-hari mereka tidak menerapkannya (ayat 2-3a). Mereka hanya rajin berpuasa dan beribadah supaya Tuhan mengindahkan usaha mereka. Ketiga, orang-orang kaya sering menggunakan pertemuan ibadah puasa untuk memajukan urusannya dengan mendesak buruh-buruh bekerja keras bahkan sering para buruh mengalami kekerasan (ayat 3b-4). Keempat, mereka berpuasa menggunakan atribut lahiriah untuk menunjukkan bahwa mereka sedang berpuasa (ayat 5).

Karena itu sang nabi menyampaikan ibadah puasa yang benar (ayat 6, 7, 9b dan 10). Kita dapat membaginya dalam dua bagian:

1. Perbaiki sikap hidup

Puasa dan ibadah yang benar membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk supaya orang yang teraniaya, para budak dimerdekakan dan mematahkan setiap kuk. Kata membuka (patteakh) dari kata dasar pathakh kata aktif yakni suatu perbuatan yang aktif dikerjakan oleh siapapun tanpa terkecuali. Jadi membuka belenggu-belunggu dan melepaskan tali-tali kuk perbuatan yang dilakukan oleh orang yang melaksanakan ibadah puasa. Para budak harus dibebaskan dari hutang. Tidak lagi mengenakan beban kepada mereka dan juga tidak menunjuk orang dengan jari, memfitnah (ayat 9) dan berhenti menindas dan menuduh orang.

2. Aksi sosial

Puasa dan ibadah yang benar memecahkan roti bagi orang lapar, menyiapkan tumpangan bagi mereka yang tak punya rumah, mereka yang telanjang memberi mereka pakaian (ayat 7) dan berkorban dengan menyangkal keinginan serta berbagi dengan mereka sehingga mereka merasa gembira (10a). Dengan demikian keadaan mereka dipulihkan (ayat 8, 9, 10b, 11 dan 12).

Praktek-praktek liturgi yang diterapkan dalam ibadah Yahudi merupakan praktek yang diterima melalui penyataan ilahi. Namun, terkadang Allah menolak praktek-praktek liturgis karena sikap yang ceroboh dan salah dalam melaksanakan ibadah ( bdk; Mal. 3:8-18). Oleh karena itu, bukan praktek-praktek liturgi itu sendiri yang ditolak sebagai sesuatu yang tidak sah, melainkan ketiadaan sikap rohani yang dituntut dalam ibadah. Yesus bersikap positif terhadap ritual ibadah Yahudi bahkan berpartisipasi terhadap liturgi ibadah (Luk. 14:16-17; Mat 26:30) namun Ia menentang liturgi ibadah yang penuh dengan kemunafikan (Mat. 23:1-36) dan mengabaikan kemanusiaan (Luk. 13:16; Yoh. 5:1-18. Mar. 3:1-6).

Aplikasi 

GMIT menetapkan bulan Juli sebagai Bulan Pendidikan, minggu ini kita berada dalam minggu kedua. Melalui bacaan tersebut kita bisa mengangkat beberapa pokok renungan:

a). Ibadah puasa yang benar dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari dengan sikap pertobatan yang benar dan memperhatikan kemanusiaan.

b). Ibadah puasa tidak hanya dalam ruangan ibadah, duduk merenungkan Alkitab, mengurung diri, tidak makan dan minum, melainkan harus aktif dalam aksi nyata, ibadah karya, menolong orang-orang yang terbeban, miskin, anak-anak terlantar, mereka yang tidak memiliki tempat tinggal dan menjadikan mereka orang-orang merdeka.

c). Ibadah puasa itu harus ibadah yang membebaskan bukan menjadi sebuah beban atau membebani umat yang dilayani.

Pertanyaan refleksi:

Pendidikan adalah salah satu alat untuk membebaskan manusia dari kebodohan, kemiskinan dan mental terjajah.

1. Gereja merupakan tempat di mana kita bersekutu dengan Allah melalui ibadah-ibadah yang kita lakukan. Apa ibadah karya gereja terhadap anak-anak kurang mampu secara ekonomi sehingga mereka tidak bersekolah?

2. Sekolah adalah ibadah, sejauh mana upaya gereja mendekatkan sekolah kepada anak-anak jauh dari fasilitas pendidikan?

3. Bagaimana upaya gereja untuk menyadarkan bahwa pendidikan itu penting bagi anak-anak karena pendidikan adalah salah satu alat untuk membebaskan mereka dari kemiskinan?

4. Saya pernah menjadi anggota tim survei (enumerator) data base pendidikan GMIT thn. 2018. Hal yang ditemui di lapangan ialah di mana ada sekolah GMIT di situ ada gereja, tetapi menurut cerita bahwa selama ini gereja tidak pernah menaruh perhatian terhadap sekolah tersebut. Apa pemahaman gereja kita tentang pendidikan?

Tuhan memberkati!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *