PERSAHABATAN

PERSAHABATAN

Manusia adalah makhluk sosial. Artinya hidup manusia terhubung dengan orang lain. Tidak mungkin manusia hidup seorang diri (Kej. 2). Karena itu ada banyak upaya yang dilakukan agar hidupnya terhubung atau dapat bersahabat dengan orang lain. Ada banyak jenis hubungan yang dialami oleh manusia baik itu hubungan persaudaraan, hubungan kerja, hubungan bertetangga, maupun hubungan persahabatan.

Sebagai makhluk sosial kita tidak hanya membutuhkan hubungan dengan sesama namun lebih dari itu membutuhkan kehadiran seorang sahabat. Bersahabat bukan sekedar mengenal nama atau alamat rumah. Bersahabat berarti berinteraksi, berkomunikasi untuk saling memahami, saling menguatkan dan menopang baik dalam suka maupun duka. Sahabat adalah tempat untuk kita mencurahkan isi hati (curhat). Bersama sahabat kita berbagi kegembiraan. Bersama sahabat juga kita berbagi kepedihan.
Dalam Alkitab hubungan persahabatan beberapa kali diungkapkan, misalnya Amsal 18:24, Kitab Pengkhotbah 4:9-12. Bahkan dalam kitab Keluaran 33:11 diungkapkan tentang hubungan Allah dengan manusia digambarkan sebagai hubungan persahabatan. Dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam kitab Yohanes kata sahabat (philo) disebut sebanyak 6 kali (Yohanes 3:29; 11:11; 10:11; 15: 13-15; 19:12).
Yohanes 15:15 Tuhan Yesus menempatkan para murid sebagai sahabat. Ada model persahabatan yang diajarkan oleh Yesus.

Pertama, INSIATIF MENCARI SAHABAT TANPA MEMBEDA-BEDAKAN.

Kedua, PERSAHABATAN YANG MENGASIHI DENGAN TOTAL (ayat 13).

Ketiga, PERSAHABATAN YANG SEJATI NAMPAK DARI TINDAKAN MEMBERDAYAKAN.

 Hal ini nampak dari karya transformatif Kristus yang tidak menempatkan para murid sebagai hamba tetapi sebagai sahabat. Dalam persahabatan dengan para murid, Yesus tidak menempatkan mereka sebagai objek tetapi subjek.

 Pertanyaan untuk kita ialah: bagaimana pola relasi kita dengan rekan-rekan kerja kita, di kantor, gereja, dll., baik itu sebagai pimpina, ketua, karyawan dan bawahan?

Entah sadar atau tidak bahwa kita mengalami krisis persahabatan. “Kecemasan agenda” membuat kita hilang persahabatan karena tak waktu  ada bagi kita untuk menjalin persahabatan. Individualisme membuat kita semakain jauh dari kata sahabat dan sahabat-sahabat kita. Bukan hanya di lingkungan di mana kita beraktifitas tetapi juga terjadi dalam kelaurga-keluarga Kristen. Orang tua tak bersahabat dengan anak-anak karena hanya sebatas sebagai orang tua mencari nafkah bagi kebutahan keluarga dan masa depan anak-anak. Padahal mereka membutuhkan sahabat bercerita mengungkapkan isi hati. Mereka membutuhkan orang tua yang menjadi sahabat yang mendengar mereka dan mereka hendak mendengar orang tua. Namun karena tak ada waktu bagi mereka sehingga mereka lebih mendengarkan temanya.

Tidak hanya dalam keluarga, tetapi juga dalam persekutuan di gereja. Para pelayan melihat sesamanya bukan sebagai sahabat namun sebagai saingan. Karena itu tak heran kita kelihangan regenarasi kepemimpinan. Tak ada transformasi kepada orang-orang yang kita pimpin. Belajarlah dari Yesus. Ia bersahabat dengan murid-murid untuk memberdayakan mereka. Katanya, Aku tidak lagi menyebut kamu hamba tetapi sahabat, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah kudengar dari Bapa-Ku. FN.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *