PERTEMUAN KEMITRAAN TOKOH AGAMA DAN DINAS KESEHATAN KAB. TTS

MENYELAMATKAN IBU DAN BAYI

=

TINDAKAN PENYELAMATAN UMAT MANUSIA

 

 

copy-of-20161115_114130Oe’ekam-www.klasisamanubantimur.net; Selasa, 15 Nopember 2016 bertempat di mata jemaat Bet’el, wilayah Maunsenu, klasis Amanuban Timur telah berlangsung kegiatan: “Seminar Kesehatan bagi Ibu melahirkan dan Anak (Bayi Balita). Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Perjanjian Kerjasama (MOU) yang telah dilakukan antara Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) dan Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) beberapa waktu lalu.
Kegiatan ini bertujuan: “menekan angka kematian ibu melahirkan dan anak (bayi/balita)”, demikian diungkapkan Sekretaris Camat Amanuban Timur ketika berkenan hadir dan membuka kegiatan tersebut.
Perwujudan kerjasama tersebut difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten TTS dan AIPNH melalui PUSKESMAS di tiga wilayah administrasi pemerintahan yaitu: Kecamatan Amanuban Timur, Kecamatan Fatukopa dan Kecamatan Fautmolo bersama dengan Majelis Klasis Amanuban Timur melalui Badan Diakonia Klasis.
copy-of-20161115_110252Peserta yang hadir ± 50-an diaken yang datang dari jemaat-jemaat di seluruh Amanuban Timur bersama para Ketua Majelis Jemaat masing-masing.
Dua pembicara dalam kegiatan tersebut dari Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, dr. Musa Salurante (Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan DInas Kesehatan Kabupaten TTS) dan dari Klasis Amanuban Timur: Pdt. Saneb Y. E. Blegur, S.Th (Ketua Majelis Klasis Amanuban Timur).
copy-of-20161115_110907Pembicara pertama dr. Musa, dengan materi bertemakan: “Evaluasi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten TTS dalam Rangka Kemitraan Antara Pemerintah dengan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat di Wilayah Klasis Amanuban Timur”, beliau memulai materinya dengan memaparkan hasil evaluasi pelayanan kesehatan selama ini di tiga kecamatan dalam wilayah klasis Amanuban Timur ini serta mengakhirinya dengan ajakan untuk melakukan aksi pelayanan kesehatan lanjutan bagi ibu dan anak di kabupaten TTS secara khusus di klasis ini terlebih bagi para diaken yang berlatar belakang juga sebagai kader posyandu di desa-desa.
Penyumbang angka tertinggi kematian ibu melahirkan dan bayi/balita di NTT sampai dengan tahun 2015 adalah Kabupten TTS, persoalan utamanya adalah: “masih banyak ibu melahirkan yang bersalin di rumah dengan ditolong oleh keluarga atau dukun bersalin” sementara dari 278 desa yang ada di TTS ini, hanya 57 desa yang telah ada tenaga kesehatan yaitu bidan.
Jika tenaga kesehatan yang terbatas ini terus bekerja sendiri, maka tentu saja kita akan tetap menjadi juara satu penyumbang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi/Balita (AKB), tegas dr. Musa; karena itu perlu kerja sama dengan sasaran yang sama (bidan dan pasien/diaken dan jemaat) dan ternyata Sinode Gereja Masehi Injili di Timor telah mengapresiasi kerjasama ini.
copy-of-20161115_124021Sementara pembicara kedua, Pdt. Saneb dengan materi bertemakan: “Peran Tokoh Agama dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi Balita”; mengawali materinya dengan memaparkan data-data kesehatan dari Unicef, World Health Organization (WHO) dan Dinas Kesehatan, para tokoh agama, pemerintah dan tokoh masyarakat untuk turut beraksi dalam tindakan penyelamatan manusia di dunia.
copy-of-20161115_141524Menurut pdt. Saneb, permasalahan kesehatan yang kita gumulkan ini terjadi karena banyak faktor yang melatarbelakangi antara lain: sosial budaya, kekerasan terhadap perempuan, kekurangan gizi dan faktor ikutan lainnya. Sementara berdasarkan data unicef di Indonesia, setiap 3 menit satu anak balita di Indonesia meninggal dunia, sementara setiap 1 jam satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan (https//www.unicef.org/indonesia/id), sementara menurut WHO Indonesia berada di urutan ketiga negara-negara ASEAN untuk kematian ibu melahirkan, lanjut beliau.
Selanjutnya sambil mengapresiasi pemerintah Propinsi NTT yang mana melalui Peraturan Gubernur nomor 42 tahun 2009 tentang: “Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), telah dijabarkan oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota untuk menekan angka kematian ibu hamil dan bayi/balita”, beliau mengajak peran serta tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemerintah dan lainnya turut menyikapi kompleksitas permasalahan dalam kaitan dengan penanganan kasus-kasus kesehatan tersebut, ternyata membutuhkan peran dari semua kekuatan elemen, stake holder, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan bayi balita sehingga dapat menekan angka kematian ibu hamil dan bayi balita dimaksud.
copy-of-20161115_110308Tokoh agama merupakan sosok yang penting dan terdepan juga sebagai figur dan panutan umat, lebih lagi dalam konteks masyarakat NTT, khususnya TTS yang penduduknya adalah mayoritas Kristen maka betapa pentingnya kehadiran tokoh agama Kristen khususnya GMIT untuk berkontribusi secara nyata melalui kebijakan-kebijakan dalam suatu keputusan program.
Sebagai bentuk peran serta gereja, kami bersyukur karena kegiatan ini diselenggarakan bertepatan dengan persiapan persidangan penyusunan Program Majelis Klasis Amanuban Timur tahun 2017 sehingga akan menjadi rekomendasi penting dalam program pelayanan 2017 tersebut, tegas beliau.
“Menyelamatkan ibu dan bayi merupakan sebuah tindakan penyelamatan kehidupan manusia di dunia (bnd. Kejadian 9:1); ayat ini jika ditafsirkan secara terbatas dalam kaitan dengan tema kita maka, perempuan atau ibu dimandatkan oleh Allah sebagai jembatan untuk penggenapan Firman Tuhan dan anak adalah bukti dari perjanjian itu… sekian dan terimakasih” tutup beliau.
Beberapa catatan penegasan dan ajakan dari kedua pembicara dalam seminar kesehatan ini ditandai dengan: “Penandatanganan Kesepakatan pada Pertemuan Kemitraan Tokoh Agama dan Pemerintah (Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan)” oleh para tokoh Agama, Pemerintah dan Masyarakat, sekaligus sebagai pamungkas kegiatan ini. Syaloom. nw

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *