QUO VADIS BONUM COMMUNE
QUO VADIS BONUM COMMUNE
(Suatu Kajian PAK terhadap Pemberitaan Erastus Sabdono)
Oleh : Drs. Yorhans S. Lopis, MSi
( Kepala Biro AUAK IAKN Kupang )
Moderasi beragama sementara dikampanyekan oleh Kementerian Agama RI dengan tujuan terciptanya kerukunan antar umat beragama maupun kerukunan interen umat di setiap agama. Moderasi beragama pun menciptakan sikap cinta damai, empati, dan saling menghargai setiap perbedaan keyakinan. Toleransi dijadikan sebagai sikap menghargai dan menghormati perbedaan individu atau kelompok dalam masyarakat. Keberhasilan program ini tergantung pada bagaimana Kementerian Agama berkolaborasi dengan para stakeholders dan tokoh-tokoh agama yang memiliki umat. Perlunya dukungan tokoh-tokoh agama dan Lembaga-Lembaga Agama juga bermaksud menghadirkan nilai-nilai agama yang moderat ditengah Masyarakat.
Kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Agama ini sangat penting dalam mendukung proses Pembangunan di berbagai sektor karena apabila situasi Negara dalam keadaan kacau (chaos) karena masyarakatnya intoleran maka pembangunan akan terhambat. Pertanyaan pentingnya apakah upaya Kementerian Agama sebagai lembaga yang dipercayakan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mengurus kerukunan umat beragama dari chaos menjadi cosmos telah mencapai hasil maksimal ? Jawabannya beragam tergantung dari siapa yang memberikan jawaban. Secara umum jawabannya ada dua yaitu jawaban yang bersifat positif sebab pembangunan terus berjalan karena masyarakatnya rukun, tetapi ada juga jawaban negative sebab masih saja ada kasus – kasus intoleran atau dapat dikatakan bahwa banyak upaya dari Kementerian Agama untuk mencapai bonum commune namun masih ada pandangan sebagian Tokoh Agama justru bukan mendukung tetapi melakukan pengajaran-pengajaran yang kontra produktif sehingga menimbulkan kegaduhan (chaos) dalam masyarakat oleh karena melakukan penafsiran-penfasiran yang berbeda dengan paham dari kelompok-kelompok agama resmi yang ada selama ini. Dalam konteks ini bonum commune tidak akan dicapai.
Misalnya satu bulan terakhir cukup ramai di media sosial tentang ajaran-ajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono ( beliau saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Indonesia, Ketua Sinode Gereja Suara Kebenaran Injil dan Ketua Sekolah Tinggi Teologi Ekumene). Ajaran Pendeta Sabdono menimbulkan keresahan dan kegaduhan, baik di antara umat Kristen Indonesia maupun masyarakat pada umumnya. Penafsiran Sabdono terhadap kitab suci ( Alkitab ) tentu merupakan hak dari yang bersangkutan, akan tetapi karena pemahamannya diluar pemahaman Kristen pada umumnya maka sudah pasti menimbulkan persoalan atau dengan kata lain yang benar menurut seseorang belum tentu benar menurut orang lain. Seperti Valens Daki-Soo yang mengatakan bahwa “Tafsir Alkitab yang salah bisa menimbulkan disharmonisasi. Kecerobohan dalam menafsirkan suatu teks kitab suci sudah pasti menimbulkan masalah karena penafsiran seperti ini dapat dijadikan justifikasi atau legitimasi sesat bagi terjadinya tindakan-tindakan sesat pula. Cara pandang (dan cara tafsir) dalam beragama dapat menghasilkan perbedaan besar. Agama apapun dalam arti sejati akan menawarkan nilai-nilai yang luhur dan agung. Namun jika terjadi kesalahtafsiran dan kesalahpahaman, dampaknya bisa merusak bahkan menghancurkan.” Dari pandangan Valens Daki Soo di atas dapat kita pahami bahwa tafsiran sangat memberikan dampak yang besar demi penciptaan Bonum Commune termasuk melahirkan radikalisme dan terorisme. Lebih lanjut Valens Daki-Soo menjelaskan bahwa dalam filsafat-teologi, seorang Theolog belajar tentang Hermeneutika (ilmu tafsir teks) di mana secara sederhana dijelaskan hermeneutika mencakup cara memahami, cara menerangkan, dan cara menerapkan. Kesalahan menginterpretasi suatu ayat dapat menjadi hulu perbuatan destruktif yang justru melumat nilai-nilai luhur agama apapun.
Tafsiran – tafsiran Bapak Erastus Sabdono yang memberikan pandangan baru antara lain menyatakan ”Yesus bukan Allah/ Yahweh”, ”Yesus bukan juruselamat yang sebenarnya”, ”Yesus lebih rendah dari Allah dalam hakikat”, pandangan beliau secara esensial bertentangan dengan dan menyimpang dari ajaran Alkitab. Pandang baru ini memberikan dampak positif sekaligus negatif. Positif bagi mereka yang telah memahami; bagi yang belum memahami sudah tentu (negatif) karena memilki pengertian ganda misalnya tafsiran Bapak Erastus Sabdono bahwa Theos adalah Bapak dan itu adalah Allah, kekeliruan ajaran Kristen selama ini menganggap Yesus adalah Allah itu salah besar kata Sabdono. Dalam sebuah unggahan video di youtube, ditampilkan cuplikan Bapak Erastus Sabdono mengajarkan bahwa Yesus bukanlah Allah atau Theos (https://www.youtube.com/watch? v=EAx90iHPH4I& feature =youtu.be). Ini adalah ajaran sesat karena dalam Yohanes 1:1 jelas dikatakan bahwa, “Firman itu adalah Allah (Theos).”
Erastus coba untuk berdalih dengan membuatkan video balasan untuk membela diri. Namun dalam video berdurasi 6 menit 11 detik itu Erastus justru menjatuhkan diri pada kesalahan lainnya yaitu dengan mengatakan bahwa Yesus tidak setara dengan Allah Bapa (https://www.youtube.com/ watch?v=OcuClgP4zDQ). Ini adalah bagian yang cukup membingungkan kita jika kita tidak pernah belajar bahasa Yunani. Namun kita perlu tahu bahwa Erastus dalam video ini juga menggunakan Yohanes 1:1. Dalam bahasa Yunani, penulisan kedua kata “Allah” masing-masing berbeda. Yang pertama (bersama-sama dengan Allah) dituliskan dengan menggunakan artikel (kita sebut sebagai sang Allah untuk membedakan), sedangkan yang kedua (adalah Allah) tidak menggunakan artikel. Penjelasan Erastus tentang hal ini sama dengan kepercayaan Saksi Yehovah (baca https://yhvh.name /?w=2294), intinya Yesus bukan “sang Allah” melainkan “Allah.”
Pada konteks ini memberikan gambaran bahwa ada perbedaan yang mencolok. Perbedaan ini ditampilkan sebagai lawan dari pandangan lain. Hermeneutik dari Erastus Sabdono mungkin benar pada salah satu sisi, tetapi tidak benar dalam sisi yang lain, sehingga akan menjadi benar apabila hermeneutic Erastus dijadikan sebagai bahan homily bagi umatnya bukan ditampilkan di public. Sikap seperti ini memberikan dampak yang sangat signifikan demi pencapaian bonum commune di masyarakat. Dampak dari ketidak nyamanan pihak – pihak tertentu karena bentuk tafsiran Erastus seperti adanya bantahan, penolakan yang terjadi di beberapa tempat dan di media-media sosial.
Secara pribadi saya bersyukur dan berterimakasih kepada sekitar 55 Ketua Sekolah Tinggi Theologia ( STT ) se Indonesia yang melakukan penolakan terhadap ajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono karena memiliki kemiripan dengan beberapa ajaran yang telah dinyatakan sebagai ajaran sesat/ bidat oleh konsili dan keputusan Gereja dari masa ke masa. Ajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono tersebut harus diwaspadai oleh semua umat Kristen di Indonesia karena telah menjadi ancaman bagi kemurnian ajaran Alkitab. Disini saya sebagai umat Kristiani yang awam dan sebagian umat Kristen yang lain tentu harus berpikir kritis dan tidak asal menerima ajaran-ajaran yang berbeda dengan ajaran Alkitab tentang Yesus Kristus yang adalah Allah dan Juru Selamat.
Dalam konteks ini Gereja-Gereja Aras Nasional seperti PGI, PGLII dan PGPI, mendapat ruang untuk bersuara bahkan membuat statement secara terbuka dan menolak ajaran-ajaran yang menyimpang oleh karena suatu pemberitaan yang berulang disampaikan walaupun salah akan dianggap sebagai kebenaran. Ajaran-ajaran yang disampaikan Sabdono ini sangat riskan dan menyesatkan sehingga dikuatirkan mengarahkan umat Kristiani baik Katolik maupun Protestan pada arah yang keliru oleh karena umat yang awam seringkali menerima apa saja yang dikatakan oleh tokoh agama ( pendeta ) dari atas mimbar (walau ada beberapa anggota Jemaat yang kritis dan membantah jika ada hal yang salah). Dan akan menjadi masalah besar apabila di dalam kehidupan berjemaat seringkali menerima ajaran yang sesat dan tidak sesuai dengan kaidah Alkitab. Seringkali umat yang awam dengan theologi yang terbatas menerima semua ajaran yang diberikan hanya karena ia mengagumi pendeta tersebut, namun tanpa di sadari banyak ajaran yang tidak sesuai dengan doktrin Kristen yang sebenarnya. Belakangan banyak hal yang di ajarkan Sabdono yang sangat jauh berbeda dengan ajaran Alkitab yang di terima umat Kristiani ada umumnya. Hal tersebut menjadi masalah yang sangat besar. Iman jemaat akan digoyahkan, karena menerima ajaran yang tidak sesuai dengan apa yang ada. Sebagai anggota jemaat tentunya kami harus berusaha menyaring semua yang disampaikan oleh pendeta. Jika hal tersebut tidak benar, umat harus berani untuk membantah dan mengatakan pemahaman tersebut salah. Jangan sampai umat awam yang mayoritas hanya diam dan menerima semua ajaran yang jelas-jelas salah.
Sebagai animal rasionale pandangan Erastus Sabdono tidak disalahkan tetapi disarankan agar pandangan Erastus Sabdono diuji kembali validitasnya secara ilmiah dari berbagai bidang teologi seperti sejarah gereja, dogmatika, sampai pada kajian – kajian teknis lainnya dalam Forum – forum ilmiah teologi. Forum – forum seperti inilah yang akan memberikan pandangan – pandangan lebih elegan agar pandangannya dapat menciptakan bonum commune di masyarakat.
Semua orang berhak dan bebas menafsirkan Alkitab, tapi tafsiran – tafsiran baru yang sangat menggangu tercapainya bonum commune dapat dikatakan sebagai bukan Kabar Baik (eungelion). Karena itu setiap orang yang hendak menafsirkan Alkitab untuk disampaikan ke publik perlu memperhatikan kembali substansinya dan perlu melakukan refleksi mendalam dengan pertanyaan seperti “apakah tafsiran ini menciptakan bonum commune”.