RENUNGAN ADVENT

PENANTI YANG SETIA DAN AKTIF

Berdasarkan: II Petrus 3:1-16

Kekasih Tuhan sekalian…

Tanggal 2 Desember 2014 saya berada di Djuanda-Surabaya, dalam keberangkatan pulang ke Kupang, setelah tugas belajar seminggu di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Ngagel Jaya Utara-Surabaya. Saat akan boarding, datang seorang ibu muda, sambil menggendong anaknya yang berumur ± 2 tahun. Ia kelihatan terburu-buru, sehingga harus berdesak-desakan, berusaha mendahului saya di tangga pesawat…

Ia meminta tolong pada saya untuk membantunya saat memasukkan barang bawaan di bagasi/kabin. Dan, lima menit berselang, datanglah seorang pramugari, langsung bertanya pada ibu itu: “bu, kenapa anaknya menangis terus?”. Si ibu menjawab dengan mengatakan bahwa anaknya sementara sakit “cacar air”, mereka sudah dua minggu berobat di Surabaya dan kini akan kembali ke Kupang. Si pramugari itu kembali ke ruang operator. Saya menoleh, memperhatikan ibu itu, ternyata wajah anaknya bintil-bintil sebesar kelereng, berwarna merah. Beberapa saat kemudian pramugari itu kembali dan membisikkan sesuatu kepada ibu itu, kemudian membawanya ke ruangan tadi. Sepuluh menit kemudian saya kaget mendengar suara tangisan yang keras dari anak itu, mereka keluar dari ruangan itu tetapi bukan kembali ke tempat duduk melainkan diantar keluar/turun dari pesawat oleh pramugari tadi. Anaknya itu menangis sekencang-kencangnya sambil menunjuk kembali ke tempat duduk. Ibunyapun ikut menangis pula tanpa bersuara. Tetapi mereka masih tetap berdiri di dekat tangga pesawat. Sepertinya mereka sangat berharap akan diperbolehkan atau dipanggil untuk naik pesawat.

Saya mulai mengira-ngira, apa yang sedang digumuli si ibu tadi. Apakah mereka kesulitan tempat menginap di Surabaya, sehingga harus terburu-buru kembali ke KUpang? Apakah mereka punya keluarga yang tinggal di Surabaya? Kalau-kalau mereka hanya mendapat rujukan melalui Rumah Sakit Daerah untuk berobat ke Surabaya? Jika mereka tidak memiliki sanak saudara di sana, mereka harus pergi ke mana sekarang? Timbul banyak pertanyaan dalam pikiran saya.

Lima menit kemudian kami diinformasikan bahwa pesawat akan segera diberangkatkan, “setiap orang yang ada di dekat pesawat diharapkan kembali ke ruang tunggu. Tidak boleh ada yang berdiri dekat dengan pesawat”. Sementara, di dekat pesawat si Ibu masih tetap berdiri dengan menggendong anaknya, mungkin ia masih bergelut dengan harapan yang sama, pikir saya. Tidak lama kemudian security bandara berlari mendekati mereka, mengangkat barang bawaan ibu itu dan memegang tangannya, serta membawa mereka menjauhi landasan pacu pesawat. Tangisan ibu dan anak itu semakin keras.

 

Kekasih Tuhan sekalian…

Adventus dalam tradisi gereja mengandung tiga makna,  dalam istilah Latin dikenal dengan Adventus in carmen, Adventus in Spiritum, dan Adventus in Gloria.

  1. Adventus in carmen (kedatangan dalam daging), ini sudah terjadi melalui kelahiran Yesus Kristus dalam wujud manusia 2000-an tahun yang lalu.
  2. Adventus in Spiritum (kedatangan dalam Roh), ini sementara terjadi sejak masa Pentakosta, dan sementara terus mengingatkan kita untuk tetap berjaga-jaga mempersiapkan diri untuk kedatangan-Nya yang terakhir.
  3. Adventus in Gloria (kedatangan dalam kemuliaan), ini yang akan datang dan sementara kita nantikan, sebagaimana dalam setiap kebaktian minggu kita mengaku iman kita: “…dan akan datang dari sana untuk menghakimi yang hidup dan yang mati…”.

 

Kekasih Tuhan sekalian…

Dalam situasi penantian apa yang dapat kita buat? Dalam bacaan kita, dikatakan banyak orang yang merasa capai, bosan menanti-nanti.  Lebih riskan, muncul pengejek-pengejek Allah (ayat 3-4), yang mengatakan: “di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu?” Menyadari situasi penentian yang demikian, Rasul Petrus cemas. Rasul Petrus tidak ingin para penerima dan pembaca suratnya ada dalam keadaan demikian. Walaupun mereka itu hanyalah orang pendatang di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia,  mereka harus tetap mempertahankan kemurnian “iman Kristen”. Rasul Petrus menginginkan para penerima suratnya menjadi penanti-penanti Tuhan yang tetap setia dan aktif. Bahkan sambil mengutip apa yang dituliskan Paulus, ia terus mengingatkan mereka akan hal itu.

 

Kekasih Tuhan sekalian…

Masalah yang dialami Ibu dan anak dalam cerita saya tadi menunjukkan sebentuk potret penantian yang mencemaskan. Mungkin mereka itu masih memiliki kesempatan berikutnya, entah dua minggu atau lebih untuk berobat di Surabaya. Setelah anak itu sembuh benar barulah mereka boleh ikut dalam penerbangan lainnya ke Kupang. Dalam situasi penantian yang demikian, diperlukan tindakan iman seperti yang dikatakan Rasul Petrus dalam suratnya. Kalau istilah “Hari TUHAN” dalam nas kita, dapat dimengerti sebagai kesempatan terbang bagi si Ibu dan anaknya, maka kesempatan menanti harus dipahami sebagai kesempatan bertindak, mengupayakan kesembuhan, meralat situasi cemas. Saya kira, dalam situasi sang ibu, kecemasan bukan terutama pada apakah mereka akan dapat ijin naik pesawat untuk terbang ke Kupang, melainkan apakah anaknya dapat disembuhkan. Penantian cemas bisa dialami semua orang di mana pun, orang cemas karena harga kebutuhan-kebutuhan pokok melejit naik, orang cemas karena musim hujan datang disertai bencana musiman seperti bajir dan tanah longsor, sistem ijon yang terus berlanjut dan menekan para petani produsen, dan lain-lain. Kita tidak bisa hidup damai di tengah situasi alam, keadaan sosial dan sistem ekonomi yang menekan dan menyengsarakan. Kita menanti hari Tuhan, hari di mana Tuhan menampakkan perubahan yang membebaskan. Nas Surat Petrus menasehati agar kita menjadi penanti-penanti yang setia dan aktif. Kemurnian iman harus ditunjukkan, tidak dengan sikap menanti secara pasif karena Tuhan akan bertindak, melainkan sebagai penanti yang aktif mengolah imannya dalam bentuk tindakan yang solutif menghadapi tantangan perubahan yang dijanjikan Allah. Kiranya, kesempatan menunggu penerbangan di Surabaya tidak serta merta membuat ibu ini kelak harus mengobati cacat di tubuh anaknya.

TUHAN tetap Menolong, Mengingatkan dan Memampukan kita menjadi Penanti-penanti-Nya yang setia dan aktif. Selamat merayakan dan menikmati masa Adventus. AMIN.

 

Pdt. Wiliradith Maniley, S.Th

3 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *