ROH KUDUS MENEGUHKAN PERSEKUTUAN DAN MEMIMPIN GEREJA MENJADI BERKAT BAGI SEMESTA – EFESUS 3:14-21
ROH KUDUS MENEGUHKAN PERSEKUTUAN DAN MEMIMPIN GEREJA MENJADI BERKAT BAGI SEMESTA
EFESUS 3:14-21
PENGANTAR
Hari ini GMIT merayakan HUT ke-76 dan juga HUT Reformasi yang ke 506. Momen perayaan tahun ini bertepatan dengan berakhirnya periode. Tahun 2023 menjadi tahun transisi antar periode, baik itu di aras jemaat, klasis dan sinode. Sidang sinode telah dilaksanakan dan agenda terakhir dari persidangan adalah pemilihan Majelis Sinode Harian dan Anggota periode 2024 s/d 2027. Di aras klasis, ada klasis yang telah melaksanakan persidangan klasis, ada juga yang baru mau melaksanakan persidangan, hal yang sama juga di jemaat. Proses persidangan dan agenda pemilihan memiliki tantangan tersendiri.
Tahun depan ada pesta demokrasi, pemilu, yang bisa saja menimbulkan konflik karena polarisasi, atar suku, ras, bahkan agama dengan menggunakan politik identitas. Kemudian tantangan-tantangan lainya yang akan kita hadapi sebagai warga gereja. Baik itu masalah ekonomi dalam keluarga, krisis lingkungan, pendidikan, buru migran, dll. Kemudian bencana alam yang bisa saja terjadi kapan saja dan di mana saja.
Kita belajar dari beberapa tahun belakangan ini, di mana gereja menghadapi berbagai goncangan. Covid-19 dan bencana seroja yang meluluhlantakkan kehidupan sebagai warga gereja. Namun kita bersyukur karena Roh Kudus memampukan kita untuk bangkit. Dari pengalaman-pengalaman tersebut, di ulang tahun GMIT yang ke- 76 kita terus berdoa dan belajar sebagai gereja agar mengakar dan bertubuh untuk menjadi berkat dalam setiap situasi.
PEMBAHASAN TEKS
Pada masa Paulus, kota Efesus merupakan kota terpenting di provinsi Roma untuk wilayah Asia. Keutamaan kota ini adalah dalam hal perdagangan, politik dan agama. Konteks agama yang terkenal dari kota ini adalah kuilnya, di mana dalam kuil itu terdapat patung Artemis, yang dianggap jatuh dari langit (Kis 19:35). Paulus tinggal di kota ini lebih dari dua tahun (Kis 19:8,10). Menjelang akhir pelayanannya, kekristenan telah menyebar di seluruh wilayah Asia. Kekristenan mendapat perlawanan dari pihak agama yang telah mapan, yakni penyembahan dewi Artemis (Kis 19:27).
Paulus menulis surat ini pada waktu pemenjaraannya di Roma, sekitar tahun 60-61 M. Selama selang waktu ini, Paulus menjadi tahanan rumah. Dia tinggal di tempat sewaannya sendiri, di bawah penjagaan tentara Romawi. Ia diijinkan menerima tamu dan dapat melayani, tanpa halangan, sejauh yang diperbolehkan dalam kurungannya (Kis. 28:16, 30-31).
Dalam bacaan ini Paulus, menaikkan doa syafaat bagi jemaat Efesus. Adapun doa syafaat ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yakni: pembukaan, isi, dan penutup.
Pertama, pembukaan (ay.14-15)
Paulus mengatakan “aku sujud” (ay. 14) atau terjemahan lain mengatakan “aku berlutut.” Berlutut adalah simbol rasa hormat yang dalam terhadap Pribadi yang disapa sekaligus menunjukkan sikap kerendahan hati, diungkapkan melalui sikap tubuh yang layak. Seperti seorang hamba yang masuk menghadap raja.
Sikap hormat ini kemudian disusul dengan ucapan yang menggambarkan Allah yakni, Bapa sebagai sumber dari semua kehidupan baik yang di surga maupun yang di bumi. Allah telah menjadikan seluruh umat manusia dalam segala keberagamannya. Dia juga yang telah menciptakan malaikat-malaikat dengan segala keberagamannya dalam otoritas maupun peran. Pada prinsipnya, ucapan rasul Paulus ini adalah berupa pujian serta pengakuan akan kedaulatan dan kebesaran dari Allah, Bapa.
Kedua, isi doa (ay. 16-19)
Ada dua permohonan sebagai berikut: Pertama, ay. 16 berbunyi: Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu,” Ayat ini seirama dengan ayat 17. Di mana Paulus memohon supaya Bapa, menguatkan dan meneguhkan jemaat itu dengan kuasa melalui Roh-Nya. Sebab oleh kuasa Roh Kuduslah orang percaya mempunyai kesanggupan untuk menjalankan kehidupan Kristen yang benar di hadapan Allah di tengah-tengah dunia ini. Roh Kudus memperlengkapi orang-orang kudus untuk melaksanakan kehendak Allah.
Kedua, Paulus kemudian melanjutkan doanya dengan memadukan dua metafora yaitu, yang pertama adalah gambaran pertanian (tanaman yang berakar). Dengan diamnya Roh Kudus dalam hati orang percaya maka kehidupannya akan semakin berakar. Pohon yang akarnya semakin dalam, maka ia akan semakin kuat dalam menopang keseluruhan pohon, ia menjadi tidak mudah tumbang atau roboh. Ia akan tetap berdiri tegak sekalipun dilanda angin kencang. Gambaran yang kedua diambil dari dunia arsitektur (fondasi yang diletakkan untuk sebuah bangunan) dan dikerjakan sesuai dengan karunia masing- masing. Pada prinsipnya kedua metafora memiliki konotasi yang sama, yang menunjukkan kerinduan Paulus supaya jemaat Efesus semakin kuat dalam kasih.
Kasih menjadi penekanan dalam doa rasul Paulus kepada jemaat Efesus, mengingat bahwa kota Efesus adalah kota metropolitan yang terdiri dari masyarakat yang majemuk. Kota ini dikunjungi oleh banyak orang, baik untuk tujuan berdagang, membuka usaha, beribadah kepada dewa-dewi Efesus maupun untuk melihat kebesaran kota Efesus. Kota yang bermasyarakat majemuk ini memberi dampak kehidupan sosial yang dipenuhi hawa nafsu, kecemaran, dusta, pencurian, fitnah, kebencian, pertikaian, percabulan, keserakahan dan segala macam kejahatan (Ef. 2:3; 4:17-6:9). Sehingga jemaat itu sangat memerlukan pengertian tentang kasih.
Ketiga, (ay. 18-19), frasa “memahami…mengenal”, kedua kata kerja ini mengandung pengertian “mengerti” (lebarnya, panjangnya, tingginya, dalamnya kasih Kristus) menekankan pada dimensi kasih Tuhan yang luar biasa. Kasih Kristus begitu besar dan melimpah sehingga jangkauannya tidak akan pernah dapat diukur dan tidak akan pernah bisa dimengerti oleh pikiran manusia yang terbatas. Oleh sebab itu, kasih ini adalah anugerah cinta yang luar biasa dari Tuhan bagi orang percaya.
Ketiga, penutup (ay. 20-21).
Bagian penutup berupa keyakinan bahwa Allah sanggup melakukan lebih dari yang diminta orang percaya dalam doa. Terlebih lagi nyata bahwa “kekuatan yang tak terlukiskan ini sedang bekerja di dalam diri kita” (ay. 20). Hal ini terjadi sebagai bukti nyata kasih-Nya kepada orang percaya. Kata-kata ini tentu menjadi penyemangat jemaat Efesus, memberi mereka pengharapan dan memperkuat iman mereka, sehingga membawa dampak bagi pertumbuhan spiritual jemaat Tuhan.
Kemudian ia mengakhiri doanya dengan kata “amin”. Kata “amin” ini berasal dari bahasa Yunani yang merupakan transliterasi bahasa Ibrani “Amen.” Bahasa Ibrani kata “Amen” berarti pasti, sedangkan akar katanya ialah “untuk menjadi teguh, tetap, dapat dipercaya.”
PENUTUP
Refleksi :
Gereja harus menjadi gereja yang terus berdoa dengan kerendahan hati. Kita bersyukur bahwa kini Tuhan telah memimpin GMIT sampai pada titik ini melewati berbagai tantangan. Dan juga berkat-berkat dilimpahkan kepada gereja-Nya, saat mengalami masa-masa sulit. Segenap warga GMIT sujud di hadapan Sang Pemilik gereja, bersyukur atas pimpinan-Nya terhadap gereja-Nya. Seperti rasul Paulus, dengan sikap “sujud”, yakni sikap hati yang benar di hadapan Tuhan.
Kita terus berdoa agar Roh Kudus meneguhkan dan menguatkan persekutuan kita sebagai warga gereja. Keteguhan membuat kita sebagai warga gereja semakin kuat menghadapi berbagai tantangan dalam dunia yang cepat berubah. Orang yang tidak memiliki keteguhan hati adalah orang yang cepat diombang-ambingkan dengan berbagai ajaran sesat. Keterbukaan informasi membuat semua orang bisa akses apa saja yang ia ingin lihat, pelajari dan meniru. Tetapi mereka yang memiliki keteguhan hati, tidak gampang diombang-ambingkan dengan berbagai ajaran sesat, tidak gampang terpengaruh dengan konten-konten yang tidak mendidik, berita hoax dan pergaulan-pergaulan yang merusak masa depannya. Tidak akan kehilangan identitas keagamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang majemuk. Ia akan teguh berdiri di tengah badai.
Di ulang tahun yang ke-76, kita berdoa agar gereja kita seperti tanaman yang akarnya semakin mendalam, tidak hanya untuk menguatkan pohon, tetapi semakin mendalam di saat musim panas, ia mengeluarkan air yang dia kandung untuk lingkungan di sekitarnya. Tata gereja kita mengatakan bahwa gereja sebagai keluarga Allah mempunyai orientasi ganda, yakni “ ke dalam” dan “ke luar”. Orientasi ke dalam gereja semakin mengakar untuk menguatkan persekutuan kita sebagai warga gereja, kuat secara lembaga, besar secara jumlah (kini GMIT memiliki 57 Klasis) dan orientasi ke luar, semakin dalam mengakar agar menjadi berkat bagi semesta di umur yang ke 76 tahun. Di mana ia mengeluarkan air dikandung untuk lingkungan.
Dalam dunia yang penuh dengan rupa-rupa tantangan, moral manusia semakin terkikis, kasih manusia semakin menipis, maka gereja tetap mendasarkan pada kasih Kristus. Kasih Kristus melampaui akal manusia (ay. 19), melampaui aturan-aturan yang dibuat oleh manusia, batasan-batasan tembok gereja dan tembok rumah kita. Menarik seperti kata dua orang teolog Kristen, C.s. Song dan D. Bonhoeffer. Song, mengatakan bahwa kasih bukan sebuah konsep geometris. Ia tak dapat diukur dengan mistar. Ia tak dapat ditimbang pada timbangan. Ia tak dapat diluruskan dengan garis. Dan yang paling tidak mungkin ialah kasih sebagai garis lurus. Kasih itu bundar, tidak lurus. Ia tidak menembus angkasa seperti sebuah garis lurus, melainkan mengisinya dan menyapunya. Ia bukan suatu gerakan linear melainkan gerakan konsentris. Ia tidak analitis melainkan sintesis. Ia tidak menghakimi melainkan merangkul. Kemudian Bonhoeffer, mengatakan bahwa kasih itu tidak hanya melarang tetapi membebaskan, tidak hanya mewajibkan tetapi membebaskan untuk hidup, tidak sekedar ancaman atau koreksi, melainkan menjumpai, menyertai dan membimbing. Kasih adalah kebebasan bergerak, bertindak, dan kebebasan dari ketakutan untuk memutuskan sesuatu. Di umur GMIT yang ke-76, terus memancarkan kasih Kristus dalam pelayanannya di dalam dunia. Kasih itu mulai dinyatakan dalam organ persekutuan gereja yang terkecil yakni keluarga-keluarga Kristen yang adalah basis gereja.
Roh Kudus akan terus memimpin gereja-Nya. Allah akan melakukan pekerjaan-pekerjaan besar yang manusia tidak bisa kerjakan dan doakan bagi gereja-Nya .Karya Allah melampaui kata-kata manusia dalam doanya. Amin.
Selamat ulang tahun gerejaku. FN.