Sarjana yang Tidak Mengharapkan Belas Kasihan

Sarjana yang Tidak Mengharapkan Belas Kasihan

Pdt. Frans Nahak

Peristiwa wisuda merupakan sebuah peristiwa prosesi wisuda yang menandai kesuksesan dalam salah satu tahapan proses pendidikan generasi muda yang menempu pendidikan. Salah satu tahapan pendidikan adalah kesuksesan menyelesaikan tahapan pendidikan tinggi, bukan satu-satunya tahapan yang menentukan tinggi/rendahnya kualitas sumber daya manusia bagi kemajuan bangsa. Banyak orang yang ingin sukses tanpa melalui proses. Banyak kecendrungan yang saat ini mengerogoti salah satu sisi hidup manusia, di mana orang ingin sukses tanpa melalui proses yang butuh waktu panjang.

  Kita patut berbangga karena seorang mahasiswa/i sukses menyelesaikan tahapan pendidikan tinggi. Tentu saja kesuksesan itu membutuhkan proses yang panjang, dan proses itu telah dilalui oleh para wisudawan dan wisudawati.

Setiap tahun kita melihat Perguruan Tinggi (PT), baik itu negeri maupun swasta yang tersebar di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) memproduksi para sarjana. Harapan kita ialah semakin banyak warga NTT yang menjadi sarjana, berdampak bagi sumber daya manusia di daerah ini. Namun, yang menjadi persoalan ialah, apakah para sarjana yang diproduksi oleh PT mampu dan mau menciptakan lapangan kerja sesuai dengan bidang keahlian mereka? Ataukah menambah masalah, yaitu pengangguran sarjana/intlektual karena menunggu pekerjaan. Misalnya, kapan menjadi Pegawe Negeri Sipil (PNS)? Atau mengharapkan belas kasihan fihak lain, baik pemerintah maupun swasta, untuk memberikan pekerjaan, dengan tetap bergatung pada hasil keringat orang tua? Masyarakat kita masih memiliki pola pikir bahwa seseorang itu dikatakan berhasil bila telah menjadi PNS, jadi tujuan sekolah untuk menjadi PNS. Bagi saya pola pikir seperti ini pola pikir tradisionl, belum moderen. Mengapa? Karena sekarang hidup di zaman moderen, yaitu ditandai zaman persaingan tenaga kerja yang kompotitif di lembaga pemerintahan maupun swasta. Modernisasi membutuhakan orang-orang yang berperan dalam masyarakat. Manusia moderen melihat sesuatu (masa depan) bukan sesuatu yang ditentukan oleh adat, nasib atau alam tetapi sebagai sesutu yang diatur oleh manusia menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka sebagai seorang sarjana, harus terlibat dalam agar tidak ketinggalan. Jangan menunggu atau mengharapkan belas kasihan dari fihak lain karena akan memuncul pengangguran sarjana yang baru.

 Kebanyakan dari para sarjana ingin tinggal di kota dan hidup dari belas kasihan dan hasil keringat orang tua di desa yang tidak mengganggur yang jutru tidak bersekolah, tidak punya ijazah dan tidak punya gelar. Para sarjana malu pulang ke desa dan mengerjakan pekerjaan orang tua yang dikerjakan setiap hari, karena pekerjaan itu tidak cocok dengan pendidikan, keahlian dan sarjana mereka. Inilah sebuah ironi kehidupan. Orang tidak punya kerja karena sekolah tinggi. Di pihak lain, orang berlimpah kerja karena tidak sekolah. Kalau begitu kita bertanya, siapakah yang dipersalahkan dalam kasus ini?

Tantangan Buat Perguruan Tinggi

Lembaga pendidikan khususnya PT harus terus berefleksi. Apakah pendidikan kita memang pendidikan yang membebaskan? Lebih-lebih lagi, apakah pendidikan kita adalah pendidikan yang menjadikan manusia yang trampil, kreatif dan inovatif, yang membuat para sarjana menciptakan lapangan kerja? Apakah pendidikan kita membuat para sarjana tidak malu sehingga ingin pulang ke desa untuk membangun desa? Jangan-jangan justru pendidikan kita memasung orang menjadi orang tanpa kerja, orang yang malu mengerjakan jenis pekerjaan yang tersedia secara alamiah di negeri yang selalu kurang air, yang secara sinis juga disebut negeri batu-batu bertanah (bukan tanah-tanah berbatu). Jangan-jangan para sarjana yang diproduksi setiap tahun dari setiap PT, memperpanjang barisan orang-orang yang tanpa kerja dan malu kerja jenis pekerjaan yang ada justru karena bergelar. Misalnya, seorang sarjana pertanian malu kembali ke desa untuk bertani karena gelar sarjana pertanian. Seorang sarjana perternakan malu pulang ke desa untuk berternak ayam karena serjana perternakan atau seorang sarjana perikanan malu kembali ke desa untuk menjadi nelayan karena sarjana perikanan, dll.

Kita mengakui bahwa PT di daerah ini melalui tamatan-tamatanya telah berbuat banyak bagi kemajuan daerah ini. Daerah ini maju karena kiprah dari tamatan PT di daerah ini. Saya mencatat hal-hal ini sebagai dasar dan daya dorong bagi PT agar terus menemukan jenis metode pendidikan yang trampil, keratif dan inovatif sehingga menghasilkan sarjana-sarjana siap bersaing, bekerja dan menciptakan lapangan kerja. Sarjana yang mau kembali ke desa dengan ketrampilan dan keahlihan yang selama ini didapatkan dalam bangku kuliah untuk membangun desa. Untuk itu mahasiswa tidak hanya dibekali dengan nilai kuliah, tetapi sesorang mahasiswa memerlukan ketrampilan, yang didapatkan dari pengembangan diri dalam bidang non akademis selama mengikuti kuliah. Membentuk mahasiswa yang memiliki ketrampilan hidup dan berkarakter sebagai seorang yang mau melayani, memiliki mentalitas dan etos kerja yang baik ketika menjadi sarjana.

Selain itu ada tuntutan, yaitu sistem pendidikan yang tidak berkaitan dengan kebutuhan dunia kerja dan kemauan para sarjana untuk kembali ke desa. Sedangkan secara global persaingan pasar tenaga kerja domestik akan semakin kompotitif dan sebentar lagi akan terjadi persaingan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN. Itulah yang saya maksudkan dengan tantangan buat PT di daerah ini.

Siap Kerja

Pertumbuhan ekonomi tidak menjamin terciptanya lapangan kerja. Maka tidak ada alasan untuk seorang sarjana menunggu pekerjaan atau mengharapkan belas kasihan fihak lain. Sudah saatnya para sarjana yang sudah diwisuda sejak hari ini mulai bekerja bukan berpikir untuk kerja. Seorang sarjana adalah orang yang trampil, kretaif dan inovatif, yaitu langsung bisa kerja, mampu menyusuaikan diri dan mengadakan transfer keterampilan bila menghadapi masalah di bidangnya. Tidak hanya itu saja, melainkan mampu membuat diaknosa dan menganalisis pekerjaannya. Seorang sarjana trampil memanfaatkan sumber daya alam untuk pengembangan ke depan. Kehidupan nyata memerlukan ketrampilan, bekerja, berkomonikasi, berdiplomasi, hubungan interpersonal selain kemampuan hard skill pada bidang ilmu masing-masing. Sarjana yang siap kerja adalah memiliki hati yang mau melayani, yaitu dengan memanfaatkan ketrampilan dan keahlihan untuk menciptkan lapangan kerja bagi dirinya dan sesama.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *