STATUS JABATAN PELAYANAN DALAM GEREJA
STATUS JABATAN PELAYANAN DALAM GEREJA
Pdt. Frans Nahak
Ada orang tertentu yang ikut berproses menghasilkan sesuatu karena prosesnya baik maka apapun hasilnya mereka terima. Namun ada orang tertentu tidak menghiraukan proses asal hasilnya menguntungkannya.
Sehabis Sidang Jemaat ada yang datang “menggugat” tentang hasil pemilihan. Bukan prosesnya tapi hasilnya. Ada yang tidak terpilih lagi jadi Penatua atau Majelis gereja mempertanyakan mengapa ia tak lagi dipilih. Karena tidak terpilih lagi mengancam untuk pindah gereja, bangun gereja baru, dll.
Pemahaman tentang jabatan pelayanan dalam gereja juga merupakan salah satu faktor terjadinya perpecahan dalam gereja bahkan sampai ada warga yang pindah gereja ke denominasi lain. Jika selama ini si A jadi Penatua di gereja A kemudian periode berikut dicalonkan menjadi Diaken atau Pengajar maka dianggap turun status jabatan dalam gereja. Jika si B diberikan jabatan organisasi di gereja B; selama ini ia menjadi wakil ketua kemudian tidak dicalonkan lagi atau dicalonkan namun tidak terpilih maka ia merasa turun jabatan. Ia tak akan ambil bagian dalam persekutuan dalam gereja. Ada beberapa kasus, mereka yang tidak terpilih atau menjabat lagi pindah ke denominasi lain.
Gereja Masehi Injili di Timor mengenal dua jabatan yakni jabatan pelayanan dan jabatan organisasi. Jabatan pelayanan meliputi Pendeta, Penatua, Diaken dan Pengajar. Jabatan organisasi Ketua Majelis, Wakil Ketua, Sekretaris I dan II, Bendahara I dan II, BP3J dan Panitia Pembangunan (BP, BPP dan UPP).
Pada kesempatan ini kita hanya menfokuskan pada jabatan pelayanan Penatua.
Jabatan pelayanan sebagai Penatua, Diaken dan Pengajar dalam gereja merupakan pilihan Tuhan melalui jemaat-Nya. Dalam hubungan dengan itu Luther mengatakan dua hal yang berkaitan dengan jabatan gereja.
Pertama, jemaat Yesus Kristus yang hidup dari Injil tidak hanya memiliki otoritas dan kuasa, tetapi kewajiban untuk mengangkat atau menghentikan uskup, pendeta dan penatua untuk mengajar dan memerintah dalam gereja.
Kedua, karena jemaat tidak mungkin hidup tanpa firman Allah dan juga tidak mungkin hidup tanpa pengajaran dan pengkhotbah, jemaat haruslah memilih orang-orang tetentu dari tengah-tengah mereka untuk ditetapkan sebagai imam agar tugas-tugas pelayanan dalam jemaat. Hal ini menunjukkan bahwa warga jemaat memiliki otoritas tertinggi dalam kehidupan bergereja. Para pelayan gereja adalah pemimpin dalam jemaat berdasarkan mandat yang mereka terima dari warga jemaat.
Jabatan adalah anugerah tetapi juga tugas atau panggilan. Dengan cara yang lain Jurgen Moltman menyebut tentabg tanda-tanda gereja, ia mengatakan tentang statement of faith (ungkapan iman) tetapi juga statement of action (ungkapan tindakan). Sehingga C. Vermeulen mengatakan bahwa panggilan pada keselamatan berjalan serentak dengan panggilan kepada pelayanan. Untuk melengkapi gereja-Nya Allah dan orang-orang yang bersekutu di dalamnya dengan Roh Kudus dalam pelayanan.
Hampir semua gereja di Indonesia mengenal “Penatua” dan jabatan Penatua. Di samping Pendeta, Penatua dianggap paling penting dan terhormat. Dalam pemilihan majelis jemaat banyak orang terutama yang lanjut usianya berusaha dipilih untuk jadi Penatua. Kalau diminta untuk dicalonkan menjadi Diaken maka akan ditolak karena jabatan Diaken di bawah Pendeta dan Penatua. Mengapa demikian?
Menurut J. L. Ch. Abineno ada dua hal:
Pertama, banyak orang menduga, bahwa hal itu turut disebabkan oleh ajaran yang salah tentang “ketiga jabatan Kristus”, yaitu sebagai Raja, Nabi dan Imam yang dieksporkan di Indonesia oleh separuh teolog Barat melalui karangan-karangan mereka. Menurut ajaran itu, oleh jabatan Pendeta Kristus mengajar, oleh jabatan Penatua Ia memimpin dan oleh jabatan Diaken Ia memilihara kawanan domba-Nya. Dan oleh ketiga jabatan itu Ia menyatakan diri-Nya sebagai Nabi kita yang tertinggi, sebagai Raja kita yang abadi dan sebagai Imam besar kita yang murah hati.
Kedua, selanjutnya mereka mengatakan, bahwa Penatua memangku jabatan yang tertinggi (jabatan rajawi), Diaken memangku jabatan yang paling sentral (imamat) dan Pendeta memangku jabatan yang paling rendah (jabatan nabiah). Karena itu kita tidak usah heran, bahwa oleh ajaran yang salah ini banyak anggota jemaat seperti yang dikatakan tadi berusaha dipilih sebagai Penatua. Jadi masalah jabatan dalam gereja, dipengaruhi oleh pemahaman tersebut.
Selain itu, masalah jabatan dalam gereja dipengaruhi oleh hubungan gereja dan negara dalam sejarah. Sebenarnya gereja Protestan tidak di bawah pemerintahan dan tidak mengenal hierarki. Akan tetapi dalam sejarah pemerintahan Belanda telah menyerahkan tugas kepada Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) untuk memperhatikan perluasan agama Kristen.
Dengan demikian VOC mengirim tenaga gerejani ke Indonesia. Hal ini sangat membanggakan, karena dengan demikian maka gereja mengakui kekuasaan pemerintah. Pengangkatan Pendeta dan perpindahan Pendeta ditangani oleh pemerintah. Akibatnya ada hubungan hirarkis dalam gereja. Ada pangkat-pangkat dalam jabatan gereja. Ada Pendeta dan guru-guru jemaat, Pendeta pembantu dan Pendeta pribumi. Pendeta merupakan pejabat tertinggi, lalu penatua, dan yang terakhir adalah Diaken. Yang mau menjadi Penatua harus terlebih dahulu menjadi Diaken.
Jabatan pelayanan dan jabatan organisasi dalam gereja yang membedakan hanya fungsi. Semua untuk melayani dan mebangun tubuh Kristus. Paulus mengingatkan kepada jemaat di Korintus tentang karunia yang berbeda-beda namun satu Roh untuk membangun tubuh Kristus.
Dalam formulasi liturgi peneguhan Penatuan, Diaken dan Pengajar jelas tertera tentang panggilan pelayanan dalam jabatan yang ada dalam gereja:
‘’Allah telah berkehendak untuk memanggil sdr/i dalam satu persekutuan yang kudus yaitu gereja-Nya untuk meberitakan karya keselamatan Allah.”
Sebagaimana yang telah ditulikan dalam Alkitab: “Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan Allah yang besar dari Dia yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.
Dan untuk menanggun gereja-Nya, Ia juga memberikan baik Rasul-rasul maupun Nabi-nabi baik Pemberita Injil maupun Gembala-gembala dan Pengajar-pengajar untuk melengkapi orang-orang kdus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembanguanan tubuh Kristus.
Dari kesaksian Alkiab, kita membaca bahwa di samping Gembala-gembala dan Pengajar-pengajar, ada Penatua dan Diaken sebagai pelayan di dalam gereja, mereka mempunyai jabatan yang sama kecuali tugas yang berbeda.”
(bahan percakapan dengan Majelis Jemaat Besnam)